Budi Arista Romadhoni
Senin, 20 Oktober 2025 | 14:02 WIB
Dialog yang diselenggarakan oleh DPRD Provinsi Jawa Tengah dan disiarkan oleh Berlian TV. [Istimewa]
Baca 10 detik
  • Jawa Tengah gencar siapkan generasi emas 2045 lewat pendidikan transparan, kolaboratif, dan adaptif.
  • Dinas Pendidikan fokus benahi PPDB agar transparan serta tingkatkan kompetensi guru lewat pelatihan.
  • Program Sekolah Berintegritas hadir wujudkan tata kelola akuntabel dan bebas korupsi di lingkungan sekolah.

SuaraJawaTengah.id - Provinsi Jawa Tengah semakin gencar mempersiapkan generasi muda untuk menyongsong target Generasi Emas Indonesia 2045.

Dalam dialog yang diselenggarakan oleh Berlian TV, para pemangku kepentingan sepakat bahwa pendidikan di era digital saat ini harus dilihat sebagai tantangan, bukan lagi sebagai beban, dan menuntut kolaborasi total dari semua pihak.

Kabid Ketenagaan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, Nasikin, memaparkan langkah-langkah strategis yang telah dan sedang dilakukan untuk memperkuat fondasi pendidikan.

Salah satu fokus utamanya adalah menciptakan transparansi total, dimulai dari proses awal.

"Kami pastikan rekrutmen peserta didik baru (PPDB) di jenjang SMA/SMK/SLB berjalan clear, tidak ada justif atau notif. Ini adalah upaya krusial agar seluruh proses berjalan transparan," ujar Nasikin.

Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) guru menjadi prioritas.

Dinas Pendidikan telah mengirimkan ratusan guru, termasuk 196 guru SMK, untuk mendapatkan diklat dan sertifikat kompetensi keahlian di lembaga-lembaga kredibel.

Yang paling menonjol, sejak tahun 2023 telah dibentuk Sekolah Berintegritas untuk memastikan tata kelola sekolah yang akuntabel, bebas dari korupsi.

Nasikin juga menekankan bahwa tanggung jawab mencetak generasi emas bukan hanya dibebankan pada dinas, melainkan melibatkan peran serta aktif dari sekolah, orang tua, dan masyarakat.

Baca Juga: 1000 Pelari Taklukkan Slamet Trail Run 2025! 'Atap' Jawa Tengah Punya Magnet Dunia

Sorotan Tajam pada Krisis Mental Remaja

Di sisi lain, perwakilan NGO/swasta, Konselor Sebaya Pilar PKBI Jaa Tengah, Hapsari Oktaviana Hariaji, menyoroti dampak masif media sosial yang menekan kondisi mental remaja.

Wanita yang sering dipanggil Rei memperkenalkan konsep Resilien sebagai pengganti frasa "tangguh" yang dianggap menakutkan dan menjadi beban psikologis bagi anak muda saat ini.

"Resilien maksudnya gini, ketika remaja itu mengalami momen down, dia mampu bangkit kembali," jelasnya.

Menurut Rei, maraknya fenomena curhat colongan (curcol) di media sosial merupakan indikasi lemahnya Literasi Digital dan Literasi Emosional.

Ia menjelaskan bahwa media sosial kini menciptakan standar kompetisi yang sangat tinggi, membuat remaja merasa tertinggal atau terbuang jika tidak mengejar ekspektasi tersebut.

Load More