Budi Arista Romadhoni
Senin, 10 November 2025 | 07:57 WIB
Ilustrasi Kisah Soeprapto Ketjik, pelajar SMP Botton Magelang berusia 16 tahun yang berani melawan tentara Jepang.
Baca 10 detik
  • Kisah Soeprapto Ketjik, pelajar SMP Botton Magelang berusia 16 tahun yang gugur melawan tentara Jepang.
  • Serangan Kidobutai 31 Oktober 1945 menewaskan puluhan warga, termasuk tiga siswa SMP Botton.
  • Monumen Rantai Kencana dibangun mengenang semangat pelajar pejuang yang berkorban demi kemerdekaan.

SuaraJawaTengah.id - Buku hanya mampu mencatat sedikit sekali peristiwa-peristiwa bersejarah. Ada ribuan insiden, kontak senjata, dan nama-nama mereka yang dilupakan.

Buku sejarah—tanpa mengurangi rasa hormat— ditulis dari satu, mungkin dua sudut pandang. Padahal kronik revolusi fisik Indonesia 1945 begitu luas dan kompleks.

Selain tentu saja persoalan keberpihakan politik, buku sejarah kemudian mimilah siapa tokoh dan peristiwa yang berhak masuk di dalamnya. Makna pahlawan kemudian bias dan rentan konflik kepentingan.  

Nama Soeprapto atau Prapto Ketjik muncul sebagai ikhtiar menelusuri peristiwa-peristiwa sejarah pinggiran. Semacam pencarian lokal hero yang dikenal oleh lingkaran kecil komunitas.

Meski jasanya samar diantara tokoh-tokoh besar pejuang kemerdekaan, nama Soeprapto Ketjik harum dalam komunitas SMP Botton Magelang. Sekolah bahkan membangun monumen di dalam kompleks untuk mengenang jasa remaja berusia 16 tahun itu.

“Monumen Rantai Kencana dibangun untuk mengenang gugurnya beberapa siswa SMP Negeri 1. Dulu terkenal dengan sebutan SMP Botton karena terletak di Jalan Pahlawan, kampung Botton,” kata Bagus Priyana, Koordinator Komunitas Kota Toea Magelang.

Tiga nama siswa SMP Botton terpatri pada plakat kuningan Monumen Rantai Kencana: Soeprapto Ketjik, Prayitno, dan Sarono.   

Menurut buku Sejarah Rantai Kencana yang diterbitkan Alumnus SMP Botton Magelang, saat wafat Soeprapto Ketjik duduk di kelas II. Sedangkan Prayitno dan Sarono masing-masing 17 dan 16 tahun.    

Pagi itu 31 Oktober 1945, sekolah sebenarnya dalam situasi libur. Hanya beberapa siswa dan guru yang terlibat palang merah berjaga di sekolah.

Baca Juga: Kisah Mengejutkan Tentara India yang Membela Indonesia di Perang 10 November 1945

Palagan Magelang

Plakat nama pada Monumen Rantai Kencana (Suara.com/ Angga Haksoro A).

Suasana Magelang panas sejak 25 September 1945. Diawali bersitegangnya pemuda dengan pasukan Jepang yang bermarkas di Jalan Tidar (sekarang SMK Wiyasa Magelang).

Sebelumnya, para pemuda merespon Proklamasi di Jakarta dengan menempelkan plakat Merah Putih di beberapa tempat strategis di Magelang.  

Di depan Hotel Nitaka, serdadu Jepang memukuli pemuda yang kedapatan menempelkan plakat Merah Putih. Insiden itu memicu pengepungan markas Kempetai oleh ratusan pemuda. Mereka menuntut tentara Jepang dilucuti.

Perundingan gagal mencapai kesepakatan. Prajurit Jepang menolak menyerahkan senjata dan para pemuda terpaksa bubar dengan hati kesal.

Esok paginya, sekelompok pemuda mengibarkan bendera Merah Putih di puncak Tidar. Tujuannya mendahuli apel pengibaran bendera Jepang di markas Kempetai tak jauh dari situ.     

Load More