Tak Bisa Berjalan, Setu Terus Merangkak Menjual Balon Demi Nafkahi Keluarga

Sebagai kepala keluarga, Setu tidak ingin keluarganya kelaparan.

Chandra Iswinarno
Selasa, 27 Agustus 2019 | 21:24 WIB
Tak Bisa Berjalan, Setu Terus Merangkak Menjual Balon Demi Nafkahi Keluarga
Setu, penjual balon disabilitas saat melintas di jalan Gatot Subroto, Solo, Selasa (27/8/2019). [Suara.com/Ari Purnomo]

SuaraJawaTengah.id - Siang sekitar pukul 11.30 WIB, matahari bersinar cukup terik di Kota Solo, Jawa Tengah. Aspal terlihat begitu panas. Hingga terlihat bayangan fatamorgana di atas aspal. Kendaraan roda dua dan roda empat masih berlalu lalang. Pun suara klakson kadang terdengar di simpang empat jalan Kalilarangan dan Jalan Gatot Subroto.

Dari arah timur, Jalan Kalilarangan, Setu terlihat merangkak. Di punggungnya ada sejumlah balon plastik. Balon itu diikatkan di punggungnya menggunakan karet ban motor yang sudah digunting tipis.

Ada berbagai jenis balon. Mulai dari bentuk kuda, bola, dan bentuk palu. Mainan itu merupakan barang dagangan pria 50 tahun itu. Selama ini, Setu memang dikenal sebagai penjual balon keliling. Karena itulah, ia juga akrab disapa dengan Setu Balon.


Kondisi fisik tidak menghalangi bapak empat anak itu untuk tetap mencari nafkah. Sebagai kepala keluarga, Setu tidak ingin keluarganya kelaparan. Dia pun bersusah payah mencari rezeki halal demi menghidupi keluarganya.

Setu tinggal di Dusun Gebolan RT 4 RW 4 Desa Jatiyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. Jarak rumah Setu dari Solo lebih kurang 50 kilometer. Untuk bisa sampai ke Kota Solo, Setu harus naik ojek sampai ke Jatipuro. Kemudian dilanjutkan dengan naik bus sampai ke Solo.

"Seminggu sekali saya pulang ke Jatiyoso, kalau kangen istri, anak, saya pulang. Kalau jualan balon di Solo juga tidak tentu, kadang empat hari, kadang lima hari," kata Setu saat ditemui Suara.com di Jalan Gatot Subroto, Selasa (27/8/2019).

Suami Fitri Bayinantun (47) itu mengatakan, sebenarnya dari keluarga sudah melarangnya berjualan. Selain, karena cukup jauh, kondisi fisiknya juga tidak sempurna. Tetapi, Setu tidak mau hidup hanya dari belas kasihan orang. Ia tetap ingin berusaha mendapatkan penghasilan dari jerih payah dan keringatnya sendiri.

Baca Juga:Semangat Penyandang Disabilitas Ikuti Pawai Kebudayaan

"Sebenarnya keluarga juga melarang, tapi saya ingin tetap bekerja. Mencari rezeki yang halal buat keluarga saya," katanya.

Setu, penjual balon disabilitas berteduh di Jalan Gatot Subroto, Solo, Selasa (27/8/2019). [Suara.com/Ari Purnomo]
Setu, penjual balon disabilitas berteduh di Jalan Gatot Subroto, Solo, Selasa (27/8/2019). [Suara.com/Ari Purnomo]

Setu mengaku, sudah lebih kurang enam bulan berjualan balon di Kota Solo. Dia berkeliling dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Meski terik matahari begitu panas, Setu pantang mengeluh.

Sebuah sepatu bekas disulap menjadi alas lututnya untuk berjalan. Sedangkan sepasang sendal usang digunakannya untuk alas tangannya saat merangkak.

"Ya kadang berjualan keliling di Serengan, kemudian di Pasar Kliwon, tidak tentu terus keliling. Kalau berjualan selesai, saya tidur di masjid di wilayah Danukusuman," katanya.

Setu biasa berjualan mulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 17.00 WIB. Dalam sehari rata-rata uang yang berhasil didapatkannya Rp 150 ribu. Itu belum dikurangi untuk makan dan membeli keperluan lain.

Baca Juga:Idul Kurban, Berkah Bagi Widjianto Penyandang Disabilitas Perajin Besek

Untuk harga balon yang dijual juga bervariasi. Ada yang Rp 5.000, Rp 10.000 dan juga Rp 15.000. Harga itu tergantung dengan bentuk balonnya.

"Hari ini tadi saya belanja habis Rp 400 ribu. Kalau untuk keuntungannya baru diketahui nanti kalau balonnya sudah habis," ucapnya.

Melihat kondisi Setu saat berjualan, banyak warga yang merasa iba. Tidak sedikit yang kemudian membeli dagangan Setu. Salah satunya adalah Tata (21).

Tata mengaku iba dan juga salut melihat Setu. Dengan kondisi penyandang disabilitas, tetapi Setu masih begitu bersemangat untuk mencari nafkah. Tata pun membeli sebuah balon yang nantinya akan diberikan kepada keponakannya.

"Ya kasihan, iba, salut juga. Kondisinya seperti itu, tapi tetap mau berjualan. Sedangkan banyak yang lebih sehat, tapi malah memilih mengemis atau meminta-minta," katanya.

Kontributor : Ari Purnomo

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak