Awal kisahnya menjadi seorang prajurit tentara dimulai saat usianya 17 tahun. Ia yang menjabat sebagai Ketua Organisasi Pemuda Masyumi Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga.
Selain itu latar belakangnya merupakan seorang santri Pondok Pesantren di Desa Kebarongan, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas.
"Saya dahulu dari pondok pesantren. Dari pondok pesantren itu karena saya ketua Masyumi umur 17 tahun. Setelah Masyumi berontak di Sumatera Barat terus Manado, Saya dicurigai. Maka saya masuk militer. Pada waktu itu kan Partai Masyumi kadernya dicurigai oleh pemerintah. Yang pemenang pertama Pemilu kan Masyumi," lanjutnya.
Ia menjalani pendidikan militer pada tahun 1956. Satu tahun kemudian ia dilantik dan langsung ditugaskan ke Sumatera untuk memberantas Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).
Baca Juga:Jejak PKI di Palembang, Ada Kamp di Pulau Kemarau Hingga Muktamar Ulama
"Yang dipimpin oleh Soemitro Djojohadikoesoemo bapaknya Prabowo. Jadi saya ke Istana itu dari Papua," ujarnya.
Saat ini Ishak lebih banyak menghabiskan waktu mengikuti kegiatan di masjid dekat rumahnya. Ia pernah menjabat ketua takmir masjid, namun karena saat ini usianya telah senja, jabatan itu ia serahkan ke orang yang lebih muda.
"Karena saya dari pondok, jadi saya mulang (ngajar) di sini. Dahulu di penjara juga saya mulang. Setelah saya tua sekarang jadi takmir masjid. Sekarang saya sudah tidak jadi ketua lagi, saya kadang jadi imam. Memang saya dari muda suka pelajaran Agama. Alquran ya saya mengerti artinya semua," tandasnya.
Kontributor : Anang Firmansyah
Baca Juga:Cegah Klaster Baru, Polisi Larang Nobar Film G30S/PKI