SuaraJawaTengah.id - Tak banyak anak muda yang berminat menggeluti dunia pertanian. Salah satu dari yang sedikit itu adalah Mohamad Tarmuji, warga Desa Dukuhwaru, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.
Di saat kebanyakan anak muda berkeinginan untuk bekerja di kantor atau pabrik, pemuda 24 tahun itu justru memilih menjadi petani untuk membantu orang tuanya dan memajukan pertanian di desanya.
Tarmuji bahkan rela berhenti bekerja di sebuah pabrik pembuat sepeda motor di Jakarta pada 2016. Dia tidak ingin usia produktifnya dihabiskan hanya menjadi karyawan kontrak.
"Waktu itu saya berpikir, kalau saya kerja terus di pabrik dengan sistem kontrak, nanti kalau habis kontrak dan tidak diperpanjang, saya bingung karena tidak punya skill. Saya juga ingin membantu orang tua saya bertani," ujarnya kepada Suara.com, Rabu (28/10/2020).
Baca Juga:Hari Sumpah Pemuda, Mengapa Ganjar Pranowo Dapat Kado?
Berbekal uang tabungan dan pesangon dari perusahaan tempatnya pernah bekerja sebesar Rp15 juta, Tarmuji pulang kampung ke Tegal dan memulai bertani. Awal-awal dia kerap menuai kegagalan.
"Awal-awal belajar dari youtube. Waktu itu saya mikirnya bertani itu mudah, ternyata tidak semudah yang dipikirkan. Sehingga gagal dan rugi terus sampai modal habis," katanya.
Lantaran berkali-kali gagal, Tarmuji sempat putus asa dan memutuskan kembali ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Di Ibu Kota, dia sempat ikut kakaknya berjualan nasi goreng dan berjualan telur dari warung ke warung.
"Di Jakarta saya mondar-mandir cari pekerjaan tidak dapat-dapat. Akhirnya kerja apa saja, serabutan," tutur dia.
Pada 2017, Tarmuji kembali pulang ke Tegal dan kembali meneruskan keinginannya menjadi petani. Dia lebih dulu beternak cacing yang digunakan untuk mengolah kotoran hewan menjadi pupuk.
Baca Juga:Waspada! Libur Panjang Banjarnegara dan Sekitarnya Diprediksi Hujan Lebat
"Saya sempat dibuli tetangga-tetangga. Jauh-jauh dari Jakarta cuma beternak cacing. Tapi itu jadi semangat saya," ujarnya.
Selain beternak cacing, Tarmuji juga menanam padi jenis ketan. Hasil panen padi tersebut dijual dalam bentuk beras hingga menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi.
Keuletan Tarmuji dalam belajar dan bertani akhirnya membuahkan hasil. Dalam waktu satu tahun, keuntungan dari hasil pertanian itu membuatnya mampu membeli tiga ekor sapi dan satu sepeda motor roda tiga untuk mengangkut hasil pertanian.
"Setelah sempat gagal, saya akhirnya sadar kalau bertani tidak cukup kalau belajar cuma dari internet, tapi juga harus belajar dari ahlinya," kata Tarmuji.
Karena kiprahnya sebagai petani muda, pada 2019 Tarmuji terpilih mengikuti program magang di Jepang bersama JAEC atau Asosiasi Petani Jepang yang diadakan Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian.
Tarmuji lolos dalam tahap seleksi dan dikirim ke Jepang untuk belajar pertanian di Negeri Sakura selama 11 bulan bersama 44 pemuda terpilih lainnya dari seluruh Indonesia.
"Di Jepang belajar pertanian padi, holtikultura dan peternakan. Di sana ikut induk semang, petani yang sudah sukses. Saya juga belajar kedisplinan, taat aturan dan etos kerja orang-orang Jepang," ujarnya.
Sepulang dari Jepang, Tarmuji kian bersemangat untuk mengembangkan pertanian yang digelutinya. Sehari-hari dia mengolah lahan pertanian yang ditanami padi, jagung dan pisang. Selain itu, dia juga memelihara 50 ekor kambing.
"Saya memadukan pertanian dengan peternakan. Limbah dari pertanian saya olah dengan sistem silase menjadi pakan ternak kambing. Jadi tidak perlu repot cari pakan setiap hari," ujarnya.
Meski sudah terbilang sukses sebagai petani, Tarmuji tetap merendah. Dia mengaku hanya petani pemula yang masih perlu belajar. "Masih banyak sebenarnya yang lebih sukses," ucapnya.
Dia juga berharap anak-anak muda tidak malu untuk menjadi petani. Menurutnya, pertanian memiliki potensi yang besar karena tanah Indonesia adalah tanah yang subur.
"Kalau anak muda terjun ke pertanian, otomatis pertanian kita akan maju karena anak muda itu gudangnya inovasi dan kreatifitas. Jadi jangan malu kalau melakukan sesuatu yang positif. Bertani bukan hal yang memalukan, tapi justru menjanjikan," ujarnya.
Kontributor : F Firdaus