SuaraJawaTengah.id - Terjadi penolakan pembangunan gereja di wilayah RT 04 RW 03, Dukuh Jetis, Desa Gadingan, Mojolaban, Sukoharjo. Hal itu ramai diperbincangkan dimedia sosial.
Surat pernyataan sikap dan dukungan kepada seluruh takmir Masjid se-Desa Gadingan berkait pendirian gereja yang ditunjukkan dengan tanda-tangan dan stempel takmir masjid.
Bukan karena ada unsur sara, atau menghalangi-halangi pembangunan gereja tersebut. Melainkan pihak gereja belum meminta ijin kepada warga setempat.
Ketua RT 04 RW 03 Alpin Sugianto saat ditemui Suara.com di kediamannya, Kamis (29/10/2020) malam menjelaskan kronologi kasus tersebut.
Baca Juga:TNI Tembak Pengurus Gereja Papua, Picu Antipati ke Pemerintah Indonesia
"Kalau orang yang tidak tahu kan pasti tanya kenapa didirikan gereja saja gak boleh. Padahal kondisinya tidak begitu, semua harus sesuai prosedur," tegasnya.
Alpin mengatakan, pihak gereja mendatanginya meminta tanda tangan surat pengajuan IMB. Pada formulir tersebut sudah ada tanda-tangan Lurah Gadingan, Ismanto.
Hal itu membuatnya kaget mengingat tak melalui musyawarah dengan warga RT 04 RW 03.
"Formulir itu saya bolak-balik ternyata kok ada tanda-tangan bapak lurah, kok bernai tanda-tanga ada apa. Ya pihak gereja saya suruh pulang, karena saya belum bisa memberi keputusan saat itu," ujar pria kelahiran Solo tersebut.
Perlu diketahui, awalnya bangunan Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) itu merupakan rumah biasa. Namun, pendeta sekaligus tokoh gereja, Elfi Jane Ferawati Mangindaan minta izin untuk menyelenggarakan ibadah.
Baca Juga:Pra-Rekontruksi Pembunuhan Kerabat Jokowi: Polisi Ungkap 7 TKP di Sukoharjo
"Jadi Mbak Fera minta ijin sesepuh yang dulu di RT sini ingin menjadikan rumah itu tempat beribadah. Sesepuh di sini mengizinkan, asalkan tidak dibangun gereja," ungkap Alpin Sugianto.
"Kegiatan ibadah itu bahkan sudah lama ya. Saya masuk wilayah sini 9 tahun yang lalu dan ibadah itu sudah ada," tambah dia.
Namun lambat laun, atau pertengahan bulan ini, dirinya didatangi Ferawati serta pengurus yang datang ke kediamannya yang terletak persis di belakang rumah ibadah tersebut.
Kedatangan itu ternyata meminta izin dan tanda-tangan persetujuan surat IMB (Izin Mendirikan Bangunan) untuk pembangunan gereja.
"Saya bilang ke Mbak Fera bukannya tidak mau tanda-tangan. Saya tidak berani putuskan, karena sebagai Ketua RT harus berembug dan meminta persetujuan warga," paparnya.
Setelah meminta masukan dari warga, Alpin menyebut warganya menolak pembangunan gereja yang dibubuhkan dalam surat penolakan dan ditandatangi oleh 60 warga setempat.
Selain itu, hal yang sama juga diberikan oleh pihak takmir Masjid seluruh Desa Gadingan Mojolaban.
Hingga saat ini, Alpin menyebut polemik izin pembangunan gereja itu belum menemui titik temu alias dipending.
"Harapan saya dari Pak Lurah menarik tanda-tangan dan kita rukun kembali. Kita tidak mau konflik sebagai warga negara yang baik," tukas Alpin.
Sebelumnya, di akun twitter @AnakKolong memberikan utasan pernyatakan sikap para takmir masjid itu.
Pada utasan itu dituliskan "Stempel Masjid, Satu gereja "dikepung" 14 stempel masjid dan 1 stampel ketua LP2A (Lembaga Pendidikan dan Pengamalan Agama Islam desa Gadingan Kec. Mojolaban Sukoharjo.
Ini isi surat pernyataan dari para takmir masjid setempat:
PERNYATAAN SIKAP DAN DUKUNGAN TAKMIR MASJID SE-DESA GADINGAN TERHADAP PENOLAKAN PENDIRIAN GEREJA DI WILAYAH RT.04 RW.03 DK JETIS DS GADINGAN KEC. MOJOLANBAN
Yang bertanda tangan dibawah ini kami seluruh Takmir Masjid se-Desa Gadingan memberikan dukungan kepada warga RT 04 RW 03 Dk Jetis Ds Gadingan terhadap penolakan pendirian gereja di Lingkungan RT 04 RW 03Dk Jetis, Ds Gadingan sebagai berikut:
KAMI SELURUH TAKMIR MASJID SE DESA GADINGAN MENYATAKAN SIKAP DAN MENDUKUNG WARGA RT.04 RW.03 DK. JETIS DS GADINGAN.
Demikian pernyataan sikap dan dukungan kami seluruh takmir masjid se desa Gadingan untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Dalam surat itu terdapat 14 stampel dari takmir masjid setempat.
Kemudian, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Sukoharjo Ihsan Muhadi, menyebut pendirian rumah ibadah harus melalui beberapa syarat dan mekanisme yang harus ditempuh.
Peraturan terkait tata cara pendirian rumah ibadah diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 dan No. 8 Tahun 2006.
Pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa pendirian rumah ibadah haruslah didasarkan pada pertimbangan dan keperluan nyata berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan atau desa.
"Setiap rumah ibadah kan pasti ada ketentuan yang harus dipenuhi sesuai dengan peraturan. Sepanjang memenuhi persyaratan, tidak ada keberatan darinwarga biasanya gampang rekomendasi itu," kata Ihsan saat dihuhungi Suara.com.