SuaraJawaTengah.id - Berdasarkan buku sejarah Riwayat Kota Lama Semarang, selain dijuluki sebagai Kota Lumpia, Kota Semarang juga dijuluki sebagai Kota Cina.
Hal itu disebabkan saking banyaknya jumlah penduduk Cina di Semarang yang telah menjadi bagian dari sumber daya manusia dalam bidang perekonomian di Kota Semarang.
Sejarawan Universitas Diponegoro, Dewi Yulianti mengatakan, orang-orang Cina sudah menjalin kontak perdagangan dengan penduduk Semarang pada awal abad ke 15.
"Berdasarkan Catatan Tahunan Melayu Semarang dan Cirebon, pada masa itu, orang Cina muslim telah mempunyai permukiman di Semarang," jelasnya kepada SuaraJawaTengah.id, Rabu (3/2/2021).
Baca Juga:Rumah Warga Semarang Hancur Diterjang Ombak, Namun 25 Alquran Masih Utuh
Keberadaan permukiman tersebut dikaitkan dengan kisah pendaratan Laksamana Cheng Ho alias Zheng He atau Sam Po di daerah Simongan yang saat ini dibangun klenteng Sam Poo Kong.
Hingga akhirnya pada akhir abad ke 17, Semarang tetap menjadi salah satu tujuan para imigran Cina. Hal itu karena ada dorongan hubungan perdagangan antara orang Cina dengan wilayah Asia Tenggara.
Sebelum kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), orang Cina di SSemarang mendapat kepercayaan dari bupati untuk memegang posisi sebagai syahbandar atau kepala pelabuhan.
"Kepala pelabuhan itu bertugas sebagai pemungut cukai barang-barang yang masuk dan keluar seperti pakaian," ujarnya.
Dia menyebut, sebelum Semarang menjadi kota pemerintahan, orang-orang Cina telah menjadi bagian dari penduduk Kota Semarang dan berperan dalam bidang perdagangan.
Baca Juga:Dugaan Pasien Dicovidkan, Ombudsman Jateng Semprot RS Telogorejo Semarang
Hingga akhirnya pada tahun 1740 Kaptten Cinda Semarang Kwee An Say memnutuskan untuk melawan VOC saat berlangsung Geger Pecinan atau Perang Semarang yang merupakan akibat dari peristiwa pembantaian orang Cina di Batavia.
Perang Semarang merupakan konflik bersenjata yang melibatkan orang-orang Cina dan Jawa melawan VOC. Konflik tersebut merupakan lanjutan yang terjadi di Batavia, sekarang Jakarta tahun 1740.
Orang Cina yang ada di Batavia sebagian lari ke daerah Jawa Tengah. Dengan begitu orang Cina dapat bekerjasama dengan orang Jawa dan memukul balik kompeni di masing-masing daerah.
Saat itu, orang Cina didukung oleh penguasa Jawa Kartasuro. Setelah mendapat dukungan dari penguasa Jawa, orang Cina yang terusir dari Batavia menebar teror di beberapa pos VOC yang tersebar di Jateng.
Merasa terancam dengan keberadaan orang Cina, pemerintah kolonial Belanda membuat suatu kebijakan yang bernama (wijkenstelsel), yaitu peraturaan yang mengharuskan orang Cina bertempat tinggal di satu tempat.
Kebijakan tersebut berlaku mulai tahun 1835 hingga 1915. Namun, saat itu peraturan tersebut terliat longgar. Terbukti, tak semua orang Cina tinggal di Wilayah Pecinan.