Ada Sumur Gandeng di Demak, Konon Katanya Bisa Sebagai Obat hingga Jodoh

Sumur Gandeng di demak memiliki kisah yang menarik, dari mitos dan sulit dilogika oleh manusia

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 18 Maret 2021 | 09:54 WIB
Ada Sumur Gandeng di Demak, Konon Katanya Bisa Sebagai Obat hingga Jodoh
Wisatawan mengelilingi situs cagar budaya sumur gandeng di demak. [Wartajateng.id/Nizar]

SuaraJawaTengah.id - Sumur merupakan sumber mata air yang dibuat oleh manusia. Sumur dibuat biasanya untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga. 

Di Desa di Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak terdapat sumur gandeng yang memilikan kisa menarik untuk dibicarakan. 

Sumer Gandeng tersebut menjadi titik awal adanya nama desa Sumberng Bumi (Bermi). Konon sumur gandeng memiliki fungsi yang berbeda. 

Dilansir dari Wartajateng.id, Sumbereng Bumi (Bermi) yang kini menjadi salah satu nama Desa di Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak ini memiliki kisah panjang.

Baca Juga:Jakarta Ajak Pengusaha Bangun Sumur Resapan Pengendalian Banjir

Penobatan nama itu salah satunya berawal dari adanya sumur gandeng tiga rasa yang berada di desa Kabupaten Demak.

Konon tiga sumur itu bukanlah sumber mata air yang utama meskipun debit air di sumur itu selalu stabil tak mengenal musim. Dimana jika ditemukan sumber utama air, maka bisa jadi wilayah Demak kembali menjadi rawa seperti dahulu kala.

Salah seorang pribumi Bermi, Mergono (40) yang juga sebagai juru kunci Sumur Gandeng mengungkapkan, sumur yang memiliki nama asli sumur bandung panguripan sumsum sumber rejeki itu memiliki rasa dan warna yang berbeda di waktu-waktu tertentu.

“Di kawasan cagar budaya ini ada tiga sumur dimana dua sumur yang bergandengan itu, airnya hanya bisa digunakan untuk mandi. Sedangan satu nya lagi yang terpisah digunakan khusus untuk diminum,” ujarnya sambil menunjukan kawasan sumur.

Menjadi seorang juru kunci, Mergono menuturkan banyak hal yang ditemuinya diluar nalar logika manusia. Dirinya yang awalnya hanya merawat cagar budaya itu, di amanahi menjadi seorang juru kunci sumur gandeng tiga rasa melalui pengalaman mengobati seseorang yang sakit dan tak kunjung sembuh.

Baca Juga:Pembuatan Sumur Resapan Jauh dari Target, Wagub DKI Salahkan e-Katalog

“Zaman dulu ada sesepuh yang sudah menjaga dan merawat cagar budaya ini. Suatu saat ada orang yang terapi selama 8 kali itu tidak sembuh-sembuh dan terakhir dengan saya yang Alhamdulillah akhirnya bisa sembuh. Lalu dia bilang ‘kamu ini yang sejatinya juru kunci’,” jelasnya sambil menunjuk tempat kejadian.

Tak hanya sampai di situ, pada suatu malam dirinya yang sedang berada di sendang tersebut didatangi dua orang yang mengaku sebagai utusan dari kerajaan Singasari. Mereka mengalungkan selendang sebagai simbol amanah sebagai juru kunci sumur gandeng.

“Saya sempat bingung saat ada dua orang dari Kerajaan Singasari memberi selendang sebagai sebuah amanah menjadi juru kunci, setelah diberi selendang selang beberapa langkah dua orang itu menghilang,” paparnya.

Kemudian suatu saat dirinya pun sempat diajak melakukan perjalanan supranatural mengelilingi segitiga bermuda jawa bersama pasukan kerajaan Singasari. Dalam perjalanan itu ia diperlihatkan saluran air bawah tanah yang menyambung dari Kediri hingga Purwokerto.

“Dulunya air disumur ini dikeramatkan sekitar tahun 70 sampai 80 untuk kesaktian, namun lambat laun memiliki khasiat lain sebagai pengobatan hingga jodoh,” terangnya.

Lebih lanjut ia menuturkan, pada saat awal menjadi juru kunci dirinya mendapatkan wangsit tiga tembung, yakni hidupkan yang mati, dekatkan yang jauh, dan sambunglah yang putus.

Itu filosofis, maknanya hidupkan yang mati itu adalah yang dulunya hidup tapi sudah mulai menghilang seperti adat Jawa, maka harus dilestarikan. Dekatkan yang jauh, itu agar manusia yang sudah lupa pada yang kuasa karena tindakannya yang menyeleweng agar kembali mengingat yang kuasa.

“Sambunglah yang putus, itu persaudaraan yang dulu pernah bersambung terus putus karena harta benda dan tahta agar bersambung kembali menjaga tali persaudaraan,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini