Kisah Serda Mugiyanto Kehilangan Kakinya, Kini Sukses Jadi Petani Klengkeng

Serda Mugiyanto terkena ranjau bom saat bertugas di Ambon, namun kisahnya kini sukses menjadi petani klengkeng

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 07 April 2021 | 13:48 WIB
Kisah Serda Mugiyanto Kehilangan Kakinya, Kini Sukses Jadi Petani Klengkeng
Sersan Dua Mugiyanto, personel TNI penyandang disabilitas yang sukses menjadi petani kelengkeng dan durian. [suara.com/ Angga Haksoro Ardhi]

SuaraJawaTengah.id - Peristiwa 20 tahun lalu itu masih membekas di ingatan Sersan Dua atau Serda Mugiyanto. Saat ranjau meledak dan menghilangkan kaki kanannya.   

Tepatnya pada 26 November 2001. Menjelang bulan Ramadan. Serda Mugiyanto yang saat itu masih berpangkat kopral, berpatroli di daerah Karang Panjang, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon. 

Serda Mugiyanto saat itu  salah satu personel Batalyon Infanteri Raider 408/Suhbrastha, Sragen yang diterjunkan untuk melakukan pengamanan daerah rawan di Ambon. 

Waktu itu Karang Panjang, Kudamati, Gudang Arang, dan Air Salobar termasuk daerah rawan yang menjadi konflik Ambon. Wilayah itu dihuni sekitar 1.500 warga Kristen yang mengungsi akibat kerusuhan Ambon sejak 25 April 2001. 

Baca Juga:Merapi Luncurkan Awan Panas Guguran, Sejumlah Desa di Magelang Hujan Abu

Sedangkan warga Muslim yang berjumlah sekitar 500 orang, mengungsi di Taman Hiburan Rakyat Kelurahan Wayhaoang dan Masjid Al Fatah. 

“Saya kena di Karang Panjang di suatu lahan di sana. Kena ranjau, kaki langsung putus,” kata Serda Mugiyanto, Rabu (7/4/2021).

Selama seminggu dirawat di Rumah Sakit Tingkat II Kota Ambon, Mugiyanto tak sadarkan diri. Setelah siuman, Mugiyanto diterbangkan ke Jakarta untuk melanjutkan perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto. 

Butuh waktu 6 bulan masa penyembuhan dan pemulihan, sebelum Mugiyanto mendapatkan bantuan kaki palsu. Trauma akibat insiden tersebut menghantuinya hingga ia dipulangkan ke rumah.   

“Pasti trauma. Saya berangkat sehat, kakinya dua. Pulang kakinya satu. Dari anggotanya seribu personel yang kakinya satu hanya saya. Satu desa yang kakinya satu ya cuma saya. Pasti mental drop.” 

Baca Juga:Sebelum Dor Anggota TNI dan Pegawai Kafe, Bripka CS Tenggak 2 Botol Miras

Agar tidak terus tenggelam dalam trauma, Mugiyanto menyibukkan diri terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi penyandang disabilitas. Perlahan kepercayaan dirinya kembali tumbuh. 

Dia melihat masih banyak penyandang disabilitas yang kondisinya lebih parah, namun bisa bangkit. “Saya melihat, mohon maaf, banyak penyandang disabilitas hanya mencari proposal bantuan dan lain-lain. Saya akan membuktikan bahwa kekurangan dan keterbatasan tidak menjadi penghalang untuk berkarya dan berprestasi.” 

TNI Penangkar Bibit Kelengkeng 

Dengan terpincang, Mugiyanto berjalan mengelilingi kebun kelengkeng sambil menerima video call. Sesekali kamera telepon genggamnya diarahkan ke gerumbulan kelengkeng yang mulai ranum.    

“Siap. Ini mungkin sekitar sebulan lagi matang. Nanti saya siapkan bibitnya,” kata Mugiyanto kepada orang di seberang sambungan telepon yang disebutnya sebagai salah satu petinggi Dinas Penerangan Angkatan Darat. 

Nada perbincangan mereka terlihat akrab. Sersan Dua Mugiyanto tak tampak gugup mengimbangi obrolan dengan atasannya yang terpaut jauh jenjang kepangkatan. 

“Semua berkat kelengkeng. Saya jadi terbiasa menerima telepon dari petinggi-petinggi TNI.”    
Tahun 2004, Mugiyanto mengikuti program penyaluran keahlian dan hobi untuk personel TNI yang diadakan Kementerian Pertahanan RI. Dia memilih pelatihan usaha pertanian. 

Jatuh cinta pada tanaman, Mugiyanto makin rajin mengikuti berbagai pelatihan dan bimbingan teknis usaha pertanian sepanjang tahun 2006 hingga 2008. 

Tak sedikit diantara pelatihan-pelatihan yang dijalaninya atas inisiatif dan biaya sendiri. “Pelatihan Kementerian Pertanian itu juga atas inisiatif saya walaupun pakai biaya sendiri. Yang penting mendapakan izin dari satuan,” katanya. 

Setelah kian mantap menekuni usaha pertanian, Kopral Mugiyanto mulai mencari jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi untuk dikembangkan.

Pilihan jatuh pada durian, alpukat, dan kelengkeng. Pengembangan tiga varietas itu kemudian mengerucut pada budidaya kelengkeng kateki.

Kelengkeng kateki menurut Mugiyanto bisa dibuahkan (panen) kapan saja diluar musimnya. “Jadi pembuahan diluar musim atau off season bisa dilakukan. Terbukti di sini bisa bergiliran ada buah, ada bunga, setiap hari ada terus.”

Sambil terus mempelajari karakter 3 jenis tanaman buah tersebut, Mugiyanto pelan-pelan mulai melakukan pembibitan mandiri. Tahun 2016, dia merilis secara resmi bibit buah yang dikembangkannya. 

“Saya termasuk mungkin satu-satunya TNI yang memiliki kompetensi sebagai penangkar dan bisa mengembangkan tanaman kelengkeng, durian, sesuai standar Balai Sertifikasi Benih.”

Di lahan seluas 1,3 hektare yang disewanya dari BUMDes Graha Mandala Borobudur, Mugiyanto menanam 250 pohon kelengkeng kateki, durian malika, alpukat.  

Dalam setahun, Mugiyanto memanen rata-rata 15 ton kelengkeng kateki dari 200 pohon produktif. Pohon kelengkeng yang sudah berusia lebih dari 5 tahun biasanya akan berbuah stabil 70-75 kilogram per tahun.

Dengan perkiraan harga jual kelengkeng Rp35 ribu per kilogram, Mugiyanto mampu meraup omzet tak kurang dari Rp500 juta per tahun.

“Kita jual Rp30 ribu sampai Rp35 ribu sudah lumayan di angka Rp500 juta. Dipotong ongkos tenaga kerja dan operasional. Saya memberikan kompensasi BUMDes sebesar Rp100 juta setahun. Saya sudah jalan 3 tahun, berarti kan tidak rugi,” ujar Mugiyanto. 

Selain menjual buah dan bibit kelengkeng kateki, durin malika, dan alpukat, Mugiyanto melayani agro eduwisata. Wisatawan bisa datang dan memanen sendiri kelengkeng seharga Rp50 ribu per kilogram.

Selain di Magelang, Mugiyanto juga mengembangkan kerja sama pengelolaan kebun buah di Pemalang, Bandung, Serang, dan Semarang. Kebun buah di Bandung dan Pemalang termasuk yang terluas mencapai 6 dan 20 hektare. 

Di Semarang, Mugiyanto memiliki lahan kebun durian malika di tanah milik sendiri, seluas 8 ribu meter. Dengan teknik perawatan khusus, satu pohon durian malika bisa menghasilkan omzet Rp100 juta-200 juta per tahun. 

Dari satu pohon durian malika berumur produktif, bisa menghasilkan 800 hingga seribu buah per tahun. Satu buah durian malikan dijual antara Rp100 ribu hingga Rp300 ribu.

Sebab keberhasilannya mengelola usaha pertanian, Mugiyanto mendapat kenaikan pangkat satu tingkat dari Kopral menjadi Sersan Dua. Dia dianggap memiliki nilai juang tinggi meski dalam keterbatasan fisik. 

“Kenaikan pangkat saya ini luar biasa. Dari Kopral ke Sersan Dua. Langsung diberikan di Mabes TNI Angkatan Darat oleh beliau Bapak Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Andika Perkasa,” ujar Serda Mugiyanto bangga. 

Mugiyanto hingga kini masih berstatus anggota TNI aktif yang dinas sebagai Bintara Pembina Desa (Babinsa) Desa Giripurno, Kecamatan Borobudur. Dia berharap ilmu pertaniannya bisa disebarkan kepada para petani sehingga mampu meningkatkan perekonomian desa. 

Meski sudah terbilang berhasil, Sersan Dua Mugiyanto masih memiliki mimpi memiliki lahan kebun buah sendiri.

"Saya belajar seperti tanaman itu. Tidak mikir hasilnya akan digunakan oleh siapa. Yang penting berusaha untuk memaksimalkan apa yang bisa. Saya belajar seperti itu.”

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak