SuaraJawaTengah.id - Kelangkaan oksigen saat kasus Covid-19 meningkat jadi kendala tersendiri baik pasien maupun rumah sakit.
Inovasi pun dilakukan salah satu rumah sakit di Kabupaten Banjarnegara ciptakan oksigen konsentrat yang portable.
Berbagai upaya tim medis dalam menangani pasien Covid-19 yang kian membludak telah dilakukan. Namun lagi-lagi keterbatasan fasilitas sarana dan prasarana menjadi kendala.
Tidak hanya tempat tidur, kebutuhan oksigen yang meningkat di Banjarnegara membuat tim medis kelimpungan. Bahkan tim medis rela berebut stok oksigen dengan pelaku bisnis ikan untuk mendapatkan oksigen, namun kebutuhan masih saja belum tercukupi.
Baca Juga:Permintaan Naik 10 Kali Lipat, Penjual Tabung Oksigen di Koja Kewalahan
Banyak rumah sakit yang mengumumkan pihaknya membutuhkan stok oksigen di sosial media. Tidak hanya itu, beberapa kali sejumlah rumah sakit menolak pasien karena ketersediaan oksigen kosong.
Sementa di sisi lain, pihak rumah sakit mau tak mau harus melayani pasien. Dari situlah muncul ide untuk melakukan inovasi agar pasien mendapatkan oksigen.
Rumah Sakit Islam (RSI) Banjarnegara menciptakan oksigen konsentrat portable dari aerator aquarium.
"Karena kebutuhan oksigen terus menerus jadi yang bisa kita adopsi. sebetulnya ini teknologi lama tapi dimodivikasi. Terapi inhalasi selama ini adalah oksigen murni dan nurbulenser untuk orang asma. Saat ini kita membuat oksigen konsentrat sederhana dan portable," ungkap Agus Ujianto, Direktur RSI Banjarnegara, Minggu (11/7/2021).
Kelebihan alat yang diberi nama POCBIH (Portable Oxigen Concentrator Banjarnegara Islamic Hospital) mampu menghasilkan tekanan 5 hingga 6 liter per menit.
Baca Juga:Tak Hanya di Rumah Sakit, Pasien Rawat Jalan di Magelang Juga Kehabisan Oksigen
"Artinya bisa digunakan untuk perawatan pasien gejala ringan dan sudah diteliti dan dipakai pasien," jelasnya.
Alat pemecah oksigen ini memiliki keunggulan dibandingkan dengan oksigen lainnya seperti bentuk yang lebih kecil dan ringan sehingga mudah dipindahkan.
Selain itu material yang digunakan untuk menciptakan alat ini terbilang unik dan sederhana seperti, CPU bekas, selang infus, dan mesin aerator aquarium.
"Portable dan mudah dipindahkan, jadi bisa untuk perawatan pasien dirumah. Alat ini menggunakan aerator aquarium yang dibalik. Sebetulnya ini teknologi lama waktu SMA dulu hanya saja dikembangkan," tuturnya.
Lebih lanjut, Agus menerangkan, Aerator tersebut berfungsi mendorong dan memecah oksigen yang ada dalam manometer. Kemudian menghasilkan O2 yang minimal dapat membantu untuk terapi.
Selain itu, POCBIH dapat ditambahkan minyak essensial atau minyak kayu putih untuk terapi pasien COVID. "Bisa disesuaikan dengan keinginan, misal mau wangi papermint, minyak kayu putih dan sebagainya, dan ini bisa untuk terapi inhalasi,"katanya.
Menurutnya, Semua usaha dilakukan mulai dari vaksin, pembuatan obat imunitas adalah cara mempertahankan diri di masa pandemi. Rumah sakit adalah ujung tombak, sehingga apapun situasinya harus mampu mengatasi meski dalam keterbatasan sarana.
"Kita tahu sekarang rumah sakit kuwalahan untuk memenuh oksigen pasien, tapi bagaimanapun harus tetap berusaha mengatasi keterbatasan," katanya.
Ia berharap, dengan adanya alat ini dapat membantu masyarakat yang membutuhkan terapi oksigen saat pandemi tidak lagi menjadi hal yang sulit. Bahkan alat ini hadir dengan biaya yang jauh dari harga oksigen biasanya.
"Sebetulnya oksigen portable ada, tapi harganya sampai 45-50 juta dan lebih besar ukurannya seperti di rumah sakit. Tapi kalau POCBIH biaya buatnya hanya menghabiskan Rp 300 ribu sampai Rp 500 ribu saja," jelasnya.
Ia menawarkan pada masyarakat yang membutuhkan alat oksigen bisa menghubungi rumah sakit.
"Jika ada masyarakat yang membtuhkan atau ingin membantu orang lain , bisa kita buatkan, Biaya sekitar Rp300 sampai Rp 500 ribu. Dan ini pakainya gampang, tinggal tabungnya diisi air kemudian disampur minyak essensial yang diinginkan dan kabelnya tinggal dicolok, pasang selang ke hidung," pungkasnya.
Kontributor : Citra Ningsih