"Parahnya lagi, HPI itu tidak sesuai dengan HPI di pasaran ikan. Sementara HPI yang ditentukan pemerintah itu lebih berat. Kalau sebelumnya misalnya HPI itu Rp 6.000, terjadi kenaikan 100%, yaitu Rp 12.000," katanya.
Perwakilan Nelayan Porsein, Fauzan Nur Rokhim mengungkapkan, beban nelayan bertambah berat dengan adanya pendapatan asli daerah (PAD) tahun 2021 pada sektor perikanan yang mencapai Rp 11 miliar. Yang tadinya hanya Rp 6,5 miliar di tahun 2020.
"Nelayan dibebani retribusi di tempat pelelangan ikan (TPI) Juwana ini Rp 11 miliar kepada nelayan," jelasnya.
Melambungnya harga perbekalan saat berlayar juga menambah kegalauan nelayan.
Baca Juga:Warga di Abdya Bubarkan Petugas Vaksinasi Covid-19, Ini Penyebabnya
"Belum lagi tingginya harga perbekalan. Bagaimana nelayan bisa hidup jika dibebani seperti ini. Kena pajak, kena pungutan, kena retribusi, harga pangan naik, mati kita," bebernya.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Pati, Rasmijan menyebut, saat ini saja sudah ada 40% dari puluhan ribu nelayan di kabupaten berjuluk Bumi Mina Tani yang enggan melaut.
"40% nelayan sudah tidak melaut. Dari total puluhan ribuan nelayan. Kapal cumi, kapal pancing, jaring tarik berkantong, porsaine, semuanya. Tak mampu bayar PHP dan tetek bengeknya," terangnya.
Persoalan administrasi juga menggerogoti keamanan nelayan lokal, khususnya kapal jaring tarik berkantong yang dulunya cantrang.
Padahal, nelayan sudah manut dengan kebijakan pemerintah. Meski begitu, legal formal belum juga didapatkan.
Baca Juga:Perahu Pompong Nelayan Ditabrak Kapal Kargo, Dua Kakak Beradik Hilang
"Sampai sekarang SIUP dan SIPI kok tidak bisa dikeluarkan. Katanya suruh nunggu, ini sejak menteri bu Susi, Edy Prabowo, sampai Trenggono belum ads realisasi. Padahal kita sudah ganti, GT nya juga jelas," paparnya.
Pada masa menteri KKP Susi Pudjiastuti, itu pun hanya dikeluarkan surat keterangan melaut (SKM) dan surat persetujuan melaut (SPM). Sedangkan SIUP dan SIPI hanya janji.
"Lah maksud dan tujuan pemerintah ini bagaimana, kita kan sudah dipaksakan dan ditekankan bayar PHP, PNBP, bahkan disuruh membayar SIUP yang per GT nya itu dikenakan Rp 268.000. Namun sampai sekarang belum ada legalitas dan kejelasan untuk SIUP dan SIPI," bebernya.
Lantaran belum ada payung hukum yang jelas dan hanya berbekal SKM dan SPM, nelayan kapal jaring tarik berkantong kerap bermasalah saat menangkap ikan.
"Pemerintah harusnya bisa mensejahterakan rakyat dalam arti keamanan melaut dilindungi hukum. Kita melaut ini sering ditangkap aparat di laut," jelasnya.
Sebelumnya, gelombang demonstrasi nelayan di Kabupaten Pati membuncah. Imbas diketoknya PP Nomor 85 Tahun 2021.
Aksi unjuk rasa tidak hanya di kawasan kampung nelayan Desa Bendar pada Selasa (28/9/2021) saja.