Kini Kodriyah sudah kelas tiga SMK. Setelah lulus dia ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Universitas Diponegoro (Undip) atau Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk mengejar cita-citanya menjadi psikolog.
"Jika diijinkan, saya ingin meneruskan ke perguruan tinggi," harapnya.
Hal yang sama juga dirasakan Sayidi warga Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Sudah lama Sayidi tak bisa tidur pulas karena air rob sering masuk ke rumahnya.
Sekitar 1997 rumahnya mulai kena abrasi. Berbagai upaya telah warga lakukan, tak lain dengan membuat tanggul menggunakan karung berisi tanah liat.
Baca Juga:Duh! 13 Anak di Bawah Umur Jadi Korban Asusila Pelatih Voli, Ada yang Sampai Hamil
Namun usaha itu tak berjalan lama, air laut seperti tak mau kalah. Semakin tahun rob semakin menggila, dan tanggul yang dibuat warga akhirnya rusak.
Kini, Sayidi harus rela berdampingan dengan air laut. Tak heran jika warga sekitar lebih memilih membuat rumah panggung menggunkan kayu atau bambu karena bisa ditinggikan dengan mudah.
Tak ada yang mengira jika daerah yang dipenuhi air itu dulunya adalah persawahan. Sebelum terjadi rob, Desa Bedono merupakan tanah yang subur dan mayoritas warga juga bekerja sebagai petani.
"Dulu sini itu sawah semua, karena terkena rob akhirnya banyak yang dijual. Sekarang malah jadi tambak milik orang lain," jelasnya menunjuk sebuah kawasan yang sudah dipenuhi dengan air, beberapa waktu yang lalu.
Desa Bedono, ada dua dukuh yang transmigrasi, yaitu dukuh tambaksari dan senik rejosari. Karena volume air terus bertambah semakin tinggi, membuat warga tak bisa bertahan lagi di sana.
Baca Juga:Mbah Minto Warga Demak Nekat Bacok Pencuri Ikan, Alasannya: Saya Disetrum
Dia juga memperlihatkan rumahnya yang sudah berkali-kali ditinggikan. Enam tahun yang lalu, air laut tingginya sudah sampai 60 centimeter. Tinggi air tersebut dia ukur melalui bekas air yang membekas di tembok rumahnya.
"Lihat rumah kami, ini sudah di urug dari permukaan air itu berjarak 60 senimeter enam tahun lalu. Kemarin sudah tenggelam lagi, berarti pertahunnya air ini naik sekitar 10 sentimeter lebih," keluhnya.
Jika tetap ingin tinggal di rumahnya, Sayidi harus meninggikan rumah. Untuk biaya meninggikan rumah juga tak murah. Sekali meninggikan dia harus menyiapkan uang sekitar Rp 60 juta.
"Biaya mahal meninggikan rumah, barangnya juga kan truck tak bisa sampai sini. Harus diangkut lagi dengan moda transportasi yang lebih kecil karena kondisi tanah tak kuat. Itu yang membuat biaya semakin mahal," ucapnya.
Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah Fahmi Bastian menjelaskan, sejumlah laporan yang pernah dia baca, ada dampak bencana ekologi yang disebabkan perilaku manusia.
Di antaranya perluasan wilayah Tanjung Mas dan reklamasi Pantai Marina. Hal itu menjadi salah satu faktuor beberapa wilayan di Sayung Demak terkena abrasi.