Wilayah Magelang sendiri dikuasai Batalyon Nakamura Butai. Saat itu posisi Jepang sudah menyerah, namun tentara Sekutu belum masuk ke Magelang.
“Bapak bukan tahanan di Kaderschool. Tapi dipasrahi memegang kunci gudang senjata. Beliau berstatus tentara yang diistirahatkan karena baru pulang bertempur di Tarakan, Surabaya, Flores, Irian Jaya, dan Jakarta.”
Penyelundupan senjata untuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) berjalan mulus. Tanaka mengirim senjata jenis juki (4 pucuk), 8 watermantel, 12 willys, 120 senapan, 40 geki, 60 bren gun, 80 tekidanto, serta beberapa truk berisi penuh amunisi.
Tidak hanya membantu suplai senjata, Mitsuyuki Tanaka yang pada tahun 28 Juli 1948 menikahi gadis Salaman dan berganti nama menjadi Soetoro, juga terlibat berbagai clash dengan tentara Belanda dan Sekutu.
Baca Juga:Profil Roehana Koeddoes, Jurnalis Perempuan Pertama di Indonesia Jadi Google Doodle
Soetoro (Mitsuyuki Tanaka) bergabung menjadi anggota BKR Magelang berpangkat Sersan. Dia terlibat kontak senjata pada peristiwa “Palagan Magelang”. Pertempuran di Magelang ini diyakini sebagai babak pembuka Palagan Ambarawa.
Di Ambarawa, Mitsuyuki Tanaka (Soetoro) tertembak di dada tembus ke punggung. “Bapak tertembak di sekitar daerah Jambu. Sempat dirawat sebentar di Magelang, kemudian langsung ikut perang lagi,” kata Sugiyon.
Jasa Mantan Prajurit Jepang
Sugiyon terpaku pada dinding bertuliskan nama-nama orang yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Darmo Giriloyo. Tujuannya mencari nama Soedjono, rekan seperjuangan bapaknya dulu.
Sewaktu kecil, Sugiyon pernah diajak bapaknya nyekar ke makam Soedjono, tapi dia lupa letak persisnya. “Nah ini. Blok A 36. Seingat saya petak makamnya agak di atas.”
Baca Juga:Mitos Watu Sekenteng Magelang, Desa Tenggelam Jika Yoni Dipindah
Seingat Sugiyon, bapaknya punya 5 teman sesama tentara Jepang yang ikut perang membantu kemerdekaan di Magelang. Selain Soedjono, di TMP Darmo Giriloyo dimakamkan J Watanabe.
Sedangkan di Taman Makam Pahlawan Giridharmoloyo, dimakamkan Noboru Sato alias Muhamad. Kemudian ada Sutono dan Yoneda.
“Yoneda itu jadi satu terus (dengan Mitsuyuki Tanaka) dari Manchuria sampai Magelang. Dia guru judo. Dimakamkan di Cilacap. Tapi bukan di taman makam pahlawan,” ujar Sugiyon.
Tidak semua mantan tentara Jepang yang ikut perang kemerdekaan dikubur di taman makam pahlawan. Padahal mereka semua pemegang Tanda Kehormatan Bintang Gerilya.
Pemerintah Jepang mengklaim, pasca Perang Dunia II terdapat 150 orang bekas tentaranya yang menetap di Jawa dan membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pemerintah Jepang tidak memperlakukan mereka sebagai tentara desersi, tapi sebagai prajurit yang diperbantukan untuk kemerdekaan Indonesia.