Pelecehan Seksual dan Derita Buruh Wanita di Jepara: Dipegang Bagian Sensitif, Saya Trauma!

Buruh wanita di Jepara mengaku menjadi korban pelecehan seksual, ia trauma karena dipegang bagian sensitif

Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 28 Januari 2022 | 14:38 WIB
Pelecehan Seksual dan Derita Buruh Wanita di Jepara: Dipegang Bagian Sensitif, Saya Trauma!
Ilustrasi pelecehan seksual, pemerkosaan, kekerasan seksual. [Suara.com/Eko Faizin]

SuaraJawaTengah.id -  "Setiap hari asisten manager di pabrik menteror saya. Saya dilecehkan, dipegang bagian sensitif saya. Saya trauma"

Kutipan tersebut adalah pengakuan seserorang dengan nama samaran 'Bunga' ia adalah salah satu buruh perempuan di Kabupaten Jepara yang menjadi korban pelecehan seksual di pabrik sepatu tempat dia bekerja.

Jam 7 pagi Bunga tiba di pabrik. Saat itu keadaan pabrik sedang sepi. Dia sengaja berangkat lebih awal agar tak telat masuk kerja karena jarak rumah dengan pabrik cukup jauh.

Ketika pabrik masih sepi, tiba-tiba asisten manager tempat dia bekerja menghampirinya. Awalnya, Bunga masih berfikiran  positif pada gelagat pria hidung bilang tersebut.

Baca Juga:Nangis Dicurhati Penyintas, Muhaimin Iskandar: Pelecehan Seksual Harus Dihentikan!

Awalnya, pelaku mengajak Bunga untuk bercengkarama membahas soal pekerjaan. Namun, tiba-tiba pelaku mendekatinya dan menyentuh bagian sensitif bunga.

Saat itu, dia tak bisa merespon tindakan pelaku. Tiba-tiba tubuhya kaku, denyut jantung berdetak tak beraturan. Tubuhnya lemas, kaget karena mendapat perlakuan asusial di tempat dia bekerja.

Ternyata perlakuan bejat pelaku tak hanya satu kali itu saja. Dalam satu minggu, asisten manager tersebut bisa melakukan aksi asusila kepada Bunga sebanyak tiga kali.

Pelaku sengaja mencari waktu-waktu yang sepi untuk melakukan aksinya. Pelaku sudah hafal kapan pabrik sepi atau ramai. Bunga tak bisa melupakan kejadian tesebut.

Karena sering mendapatkan pelecehan seksual di tempat dia bekerja, membuat Bunga stres. Bahkan, dia sempat libur tiga hari untuk menghilangkan rasa trauma.

Baca Juga:Puluhan Rumah di Bangsri Jepara Porak-poranda Disapu Angin Puting Beliung

"Padahal saya sudah pakaian saya sudah tertutup, pakai jilbab dan tak seksi pakaian saya," jelasnya menceritakan pelecehan seksual yang dia alami, Jumat (28/1/2021).

Awalnya, Bunga memilih untuk menyimpan masalahnya tersebut. Dia takut  terjadi sesuatu di tempat dia bekerja. Apalagi, Bunga baru beberapa bulan kerja di perusahaan tersebut.

Dengan diam ternyata tak menyelesaikan masalah. Pelaku justru mengulangi perbuatannya. Bunga akhirnya memilih untuk buka suara. Dia bercerita permasalahan tersebut kepada teman-temannya.

Bunga memberanikan diri untuk lapor kepada pimpinan produksi. Namun, laporannya hanya dianggap angin berlalu. Dia hanya dijanjikan jika pelaku akan segera ditegur.

"Akhirnya saya tunggu satu minggu namun pelaku tak kunjung ditegur dan tak ada perubahan. Pelaku tetap melakukan pelecehan seksual," katanya dengan nada tinggi.

Bunga meminta waktu kepada kami untuk mengatur nafas sejenak. Sekitar satu menit, dia melanjutkan keterangannya dengan emosi yang lebih stabil.

"Misal ini tak dikasih pelajaran nanti saya laporan ke atasan (pimpinan perusahaan)," ancam Bunga kepada pimpinan produksi di tempat dia bekerja.

"jangan dilaporin dulu ya"

"kenapa tak boleh dilaporin," tanya Bunga kepada pimpinan produksi.

Setelah dia selediki, ternyata  yang menjadi korban pelecehan seksual dengan pelaku yang sama tak hanya dirinya. Banyak buruh perempuan di devisi yang sama juga sering menjadi korban kelakuan asusila itu.

Jika dia hitung, buruh perempuan yang dilecehkan berjumlah 45 orang. Pada saat itu, Bunga semkain bertanya-tanya kenapa pimpinan produksi menyuruhnya untuk diam.

Dirasa laporannya tak digubris, akhirnya bunga menginisiasi  buruh di tempatnya untuk membuat serikat kerja. Dia berharap serikat kerja tersebut bisa mewadahi keluhan para buruh yang menjadi korban.

"Ya akhirnya perusahaan memproses laporan tersebut setelah kita berserikat," katanya.

Pagi, Siang Sore Saya Dilecehkan

Kami seperti minum obat. Pagi, siang dan sore kami dilecehkan oleh general manager sebuah pabrik di Kabupaten Kendal.

Sebut saja Mawar, dia adalah buruh perempuan di Kabupaten Kendal yang menjadi tulang punggung keluarga. Karena himpitan ekonomi, dia tak bisa banyak melakukan pembelaan tatkala menjadi korban pelecehan seksual.

Saat dia bekerja, seringkali general manager di perusahaannya memegang tubuhnya. Kadang memijat pundak tanpa sebab yang jelas, hingga memeluknya dari belakang.

Hal itu membuatnya merasa risih. Apalagi kelakuan bejat  general manager tersebut dilakukan setiap hari. Ya, Mawar dan teman-temannya sering menyebut perlakuan general manager itu seperti minum obat.

Yang menjadi korban teryata tak hanya dirinya. Sebanyak 30 buruh perempuan juga mengaku mendapatkan perlakuan yang sama.

Tak hanya dipeluk dan dipijat, pelaku juga pernah menggesek alat vitalnya ke tubuh salah satu buruh perempuan. Hal itu membuat korban trauma.

Sebagian besar, yang menjadi korban adalah tulang punggung keluarga. Para korban tak berani melapor karena takuk akan diputus kontraknya.

"Jadi para korban  pada takut. Banyak yang jadi tulang punggung keluarga. Sebagian besar mereka juga masih kontrak belum diangkat sebagai pegawai tetap," katanya menceritakan kondisi korban.

Banyak buruh perempuan yang merasa risih dengan kelakuan pelaku. Namun, para korban banyak yang tak mau bersuara. Bahkan, sebagian korban ada yang memilih membiarkan kasus pelecehan tersebut.

"Yang terpenting bagi mereka adalah bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Aapalagi saat pandemi sulut mencari pekerjaan," sesalnya.

Pehubungan Badan dengan Atasan

Pandemi membuat buruh kalangkabut, tak sedikit dari mereka yang terkena badai PHK hingga potongan jam kerja. Hal itu berdampak kepada pemasukan buruh yang harus mencukupi kebutuhan keluarga.

Tak sedikit mandor atau pegawai yang memiliki jabatan lebih tinggi memanfaatkan kondisi buruh yang membutuhkan pekerjaan.

Di Jeteng, terdapat pimpinan perusahaan yang memaksa karyawan, terutama karyawan baru untuk melakukan perbuatan layaknya suami istri. Mereka menggunakan relasi kuasanya untuk memenuhi hasrat dan nafsu mereka.

Hal itu turut mempengruhi angka buruh yang terinveksi HIV/AIDS di kawasan pabrik. Berdasarkan laporan yang diterima Ikatan Perempuan Positif (IPI) Jawa Tengah sudah ada 6 buruh yang mengadu di wilayah Jateng.

Nurul Safa’atun, Sekertaris IPI Jawa Tengah mengatakan, kebanyakan buruh di garmen dan tekstil yang didominasi seorang perempuan kini menjadi kepala keluarga meski mempunyai suami.

Karena desakan ekonomi saat pandemi, banyak buruh yang mencari uang tambahan salah satunya dengan berhubungan badan dengan atasan.

"Kalau yang di Semarang seperti itu. Kalau yang di Jepara itu kala mau naik pegawai tetap embel-embelnya ada yang harus berhubungan dengan atasan. Namun perlu penelusuran lebih lanjut," jelasnya beberapa waktu yang lalu.

Dari hubungan tersebut, lanjut Nurul, tak jarang pula yang berlanjut dalam waktu lama. Bahkan, karyawan magang itu bisa menjadi simpanan atasan. Dalam kasus ini, banyak buruh perempuan yang menjadi korban.

Untuk itu, Nurul meminta agar Dinas Kesehatan Jateng melakukan tes atau Voluntary Counseling and Testing (VCT) besar-besaran di perusahaan untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut.

"Tindakan ini sekaligus bisa mendeteksi angka kekerasan seksual yang terjadi di perusahaan," katanya.

Sementara itu, Koordinator Divisi Advokasi dan pengorganisasian Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) Rima Astuti mencatat, di Kabupaten dan Kota Semarang tercatat ada 20 kasus kekerasan yang menimpa para perempuan buruh sepanjang 2021.

"Mayoritas aksi kekerasan seksual menimpa buruh terjadi di pabrik tekstil dan garmen," paparnya.

Kekerasan di tempat kerja yang terjadi berupa kekerasan seksual, psikis, dan verbal. Menurutnya, buruh di Jateng banyak yang mengalami pelecehan seksual namun memilih untuk diam.

"Sebenarnya angka itu masih fenomena gunung es artinya di luar sana masih banyak korban tapi enggan melaporkan karena berbagai pertimbangan," ucapnya.

Dia mencatat, di tempat kerja perempuan masih banyak yang menjadi korban pelecehan seksuak. Pihaknya mencatat pelecehan seksual yang terjadi berupa peremasan payudara, bokong dicolek, dirangkul dari belakang dan lainnya.

"Buruh perempuan mendapatkan perkataan hinaan," ucapnya.

PHK pelaku pelecehan seksual

Menyikapi permasalahan tersebut, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pengusaha dan buruh harus saling menghorati antara satu dengan yang lainnya.

Ketua Apindo Jateng, Frans Kongi mengingatkan agar para pengusaha maupun sesama buruh di perusahaan tak boleh berkata kasar, apalagi melakukan pelecehan seksual.

Menurutnya, temuan kasus pelecehan seksual merupakan tanggungjawab bersama antara serikat buruh dan pengusaha untuk melakukan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja.

"Semua perusahaan memiliki aturan atau perjanjian kerja dengan buruh," paparnya.

Dia meminta agar pelaku peleehan seksual di dunia kerja agar dihukum berat seperti pemecatan atau PHK hingga tuntutan hukum di pengadilan.

"Biasanya yang menjadi korban adalah perempuan jadi, buruh perempuan harus tegas dan jangan sekali-kali memberikan kesempatan untuk dileccehkan," katanya.

Dia menghimbau agar buruh  yang merasa dilecehkan segera melaporkan  ke pimpinan perusahaan atau aparat hukum seperti polisi. Dia mewakili asosiasi pengusaha di Jateng mengutuk keras pelecehan seksual.

"Apindo sangat mengutuk keras pelecehan seksual di tempat kerja," paparnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah, Sakina Rosellasari mengaku belum ada aduan pelecehan seksual yang masuk ke layanan Disnaker Jateng.

"Aduan sampai dengan tanggal 25 Januari 2022 belum ada yang masuk kasus pelecehan seksual," katanya.

Sejauh ini, permasalahan yang dilaporkan oleh buruh masih seputar perjanjian kerja, penahanan ijazah, pesangon, waktu kerja, phk dan soal gaji.

"Aduan yang paling banyak adalah tak adanya BPJS untuk buruh. Sudah ada 30 laporan," paparnya.

Kontributor : Dafi Yusuf

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini