SuaraJawaTengah.id - Mantan Wakil Pimpinan Bank Jateng Cabang Blora, Reza Bebasari, jadi saksi adanya proyek fiktif dalam kasus korupsi Bank Jateng Cabang Blora 2018-2019.
Proyek fiktif tersebut dituturkan Reza dal sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Kamis (17/03/22).
Adapun kasus korsupsi Bank Jateng Cabang Blora mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp115 miliar.
Tiga orang telah diperiksa oleh penyidik dan dinyatakan menjadi terdakwa dalam kasus korupsi tersebut.
Baca Juga:Heboh Fenomena Crazy Rich, Warganet Menolak Lupa Soal Dugaan Kasus Gibran dan Kaesang
Selain Rudatin Pamungkas, Kepala BPD Jateng cabang Blora, Direktur PT Gading Mas Properti, Ubaydillah Rouf, dan Direktur PT Lentera Emas Raya, Teguh Kristianto, menjadi terdakwa dalam kasus korupsi itu.
Dalam kesaksiannya, Reza menerangkan, PT Lentera Emas Raya pernah mengajukan kredit ke Bank Jateng Cabang Blora untuk mengerjakan proyek tower 6 lantai di Kalibata Jakarta.
"Saya sempat diperintah Rudatin Pamungkas untuk meninjau langsung ke lokasi proyek," katanya.
Dilanjutkannya, saat sampai di lokasi, ia tak diizinkan turun dari mobil dan tidak boleh mengambil foto lokasi oleh Direktur PT Lentera Emas Raya.
"Katanya proyek rusun untuk tentara, dan dalam proses penggusuran," paparnya.
Ia mengaku saat diperintah meninjau lokasi proyek, ia tidak dibekali data terkait pemberi proyek, atau kontraktor yang menangani proyek.
"Ketika pulang ke Blora saya melaporkan apa adanya ke pimpinan secara langsung," ujarnya.
Meski demikian, Bank Jateng Cabang Blora dikatakan Reza tetap memberikan kredit ke PT Lentera Emas Raya.
"Dua kali mereka mengajukan dengan total Rp14 miliar lebih. Karena saya hanya diperintahkan jadi tidak paham siapa yang menyetujui pinjaman, padahal saya yakin pengajuan tidak akan diterima namun tetap diterima," katanya.
Dikatakan Reza, analis juga telah melakukan pendalaman, dan menyatakan proyek tersebut fiktif.
"Dalam surat keputusan pimpinan Bank Jateng Cabang Blora juga tertentuang Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) proyek harus keluar terlebih dahulu dan disusul Memorandum Analisis Kredit (MAK). Tapi ketika kredit cair hal tersebut terbalik, MAK keluar baru disusul SPMK. Bagi saya itu janggal," ucapnya.
Tak hanya itu, Reza juga menceritakan Direktur PT Gading Mas Properti, Ubaydillah Rouf, mengajukan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) untuk 140 debitur dan di setujui.
"Setahu saya, aset yang dijaminkan oleh Ubaydillah tidak masuk klasifikasi dalam KPR tapi tetap disahkan, dengan setiap debitur di angka Rp 400 juta sampai Rp 500 juta," imbuhnya.
Reza semakin terheran-heran, kala keluar slip dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyatakan Ubaydillah masih tersangkut hutan di Bank Danamon dan beberapa bank lainya.
"Saya sempat marah kala itu, karena rekening Ubaydillah tidak dibekukan dan justru disahkan untuk mendapatkan pinjaman. Karena saya dan tim analisis hanya bawahan jadi hanya bisa mengikuti perintah," kata Reza.
Kontributor : Aninda Putri Kartika