SuaraJawaTengah.id - Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah (Jateng) membantah keras adanya informasi jika Jateng menjadi provinsi termiskin di Pulau Jawa.
Kepala BPS Jateng, Adhi Wiriana menegaskan informasi yang diberitakan sebelumnya dengan narasi menyesatkan.
"Terkait pemberitaan hari ini, yang menyatakan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) per kapita (sebagai acuan) Jateng menjadi daerah termiskin merupakan berita hoaks kalau menurut saya. Penghitungan kemiskinan tidak didasarkan atas tingkat PDRB per kapita," kata Adhi Wiriana dikutip dari ANTARA, Rabu (30/3/2022).
Adhi menambahkan, PDRB per kapita atau pendapatan rata-rata penduduk Jateng tahun 2021 adalah 38,67 juta per tahun.
Baca Juga:Jateng Disebut Termiskin di Pulau Jawa, Ini Penjelasan Kepala BPS Jawa Tengah
Namun jika dirata-rata jumlah tersebut melebihi dari upah minimum yang telah ditentukan oleh Pemprov Jateng.
Oleh karena itu, dirinya menyebut jika tingkat pendapatan suatu daerah tidak linear dengan tingkat kemiskinan karena PDRB disebut juga sebagai pendekatan kesejahteraan semu.
Ia menjelaskan kalau selama ini BPS Jateng menggunakan "basic needs aproach" atau pengeluaran masyarakat untuk membeli kebutuhan pokok dalam menentukan tingkat kemiskinan suatu daerah.
Menurut dia, metode ini melihat komponen dari makanan dan non-makanan seperti nasi, telur, pakaian, listrik, transportasi, dan sewa rumah.
"Angka sekitar Rp38 juta per tahun dari pendapatan per kapita itu betul, dibagi 12 bulan hasilnya masih di atas UMP atau UMR. Kalau kita lihat perusahaan besar menumpuk di DKI Jakarta, Banten, Tangerang dan Jabar yang mengakibatkan PDRB per kapita tinggi, tapi bukan berarti lebih kaya karena yang menikmati kue pembangunan itu bisa jadi hanya 1.000 orang yang penghasilannya miliaran rupiah, sisanya kehidupannya rata-rata saja," ujarnya.
Adhi mengungkapkan berdasarkan data, Jawa Tengah bukanlah provinsi termiskin di Pulau Jawa, meskipun angka kemiskinan mencapai 11,25 persen atau lebih tinggi dari angka nasional yang 9,71 persen.
"Masih ada yang dikatakan lebih miskin dari Jawa Tengah yakni Yogyakarta dengan 11,9 persen, kemudian dilihat dari jumlah penduduk miskin, sebenarnya Jawa Barat dan Jawa Timur lebih tinggi dengan empat jutaan penduduk miskin, sedangkan Jateng 3,9 juta," paparnya.
Ia mengatakan indeks gini rasio (tingkat ketimpangan pendapatan atau pengeluaran) di Jawa Tengah cukup rendah yakni 0,368, sedangkan gini rasio provinsi lain seperti DKI Jakarta, Jabar, dan Daerah Istimewa Yogyakarta berada di atas Jateng dengan 0,4 padahal jika angka tersebut semakin mendekati satu itu artinya menandakan adanya ketimpangan yang besar.
Adhi berharap, masyarakat lebih meningkatkan literasi statistik yang didukung dengan Indeks Pembangunan Manusia, di mana di Provinsi Jawa Tengah yang mencapai 0,3 persen atau di atas Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten.
"Memang Yogyakarta IPM-nya di atas kita dengan 0,4, namun kami mengajak masyarakat untuk lebih cerdas menyikapi data ini. Ini merupakan opini publik yang menggiring ke arah hoaks menjelang politik 2024, mungkin saja. Karena seolah-olah menguntungkan yang satu dan merugikan yang lain," katanya.
Dirinya juga mengajak masyarakat tidak segan membuka kanal informasi resmi dari BPS, baik itu melalui kanal jateng.bps.go.id maupun kanal bps.go.id.
Selain itu, BPS Jateng juga memiliki kanal aplikasi One Touch Statistics BPS Jateng, yang bisa diakses melalui telepon pintar.