SuaraJawaTengah.id - Pedagang asongan mengadu dilarang berjualan di zona 2 kompleks Candi Borobudur kepada Gubernur Ganjar Pranowo. Sudah lebih dari 2 tahun mereka sama sekali berhenti berjualan.
Perwakilan pedagang asongan, Kodiran mengatakan sebelum pandemi Covid 19 mereka dizinkan berjualan di depan Museum Karmawibangga. Museum ini berada di zona 2, area dalam kompleks Candi Borobudur.
Jalur pedestrian yang melintas di depan museum adalah jalur keluar wisatawan menuju tempat parkir. Jalur ini srategis bagi pedagang asongan menawarkan barang dagangan.
"Kami (pernah) dizinkan. Kami diberi KIB (kartu izin berjualan). Bermitra dengan Taman Wisata Candi Borobudur. Tapi semenjak ada Covid 19 dan PPKM kami dibatasi tidak boleh berkegiatan apapun. Kami menghormati," kata Kodiran, Senin (13/4/2022).
Baca Juga:3 Poin Alasan Ganjar Pranowo dan Luhut Tunda Kenaikan Harga Tiket Candi Borobudur
Lebih dari 2 tahun pedagang asongan dilarang berjualan. Seiring penutupan sementara dan pembatasan jumlah wisatawan akibat pandemi.
Selama itu Kodiran dan sekitar 350 pedagang asongan lainya kehilangan sumber pendapatan. Mereka kelimpungan mencari pekerjaan lain karena terbentur skil dan usia yang sudah lanjut.
Dari berjualan souvenir patung batu dan perunggu, Kodiran bisa membawa pulang uang sedikitnya Rp100 ribu setiap hari. Selama pandemi, penghasilannya nol.
"Sama sekali nggak punya penghasilan. Untuk nyagoni (mengongkosi) sekolah anak saja nggak bisa. Apalagi yang punya tanggungan bank. Sering beberapa bulan tidak bisa bayar."
Pedagang asongan agak lega setelah situasi pandemi semakin membaik. Mereka berharap dapat kembali berjualan di dalam kompleks Candi Borobudur.
Baca Juga:Sandiaga Uno Nyatakan Tunda Kenaikan Harga Tiket Candi Borobudur
Tapi tak dinyana, menjelang libur Lebaran kemarin para asongan malah mendapat kabar mengecewakan. Mereka dilarang berjualan di lokasi semula untuk seterusnya.
"Covid berlalu, Borobudur sudah dibuka. Kami kulonuwon (permisi) minta izin untuk (jualan) seperti dulu. Tapi malah dikasih undangan yang tujuannya divonis nggak boleh jualan," ujar Kodiran.
Padahal banyak pengasong yang usia berjualannya di kompleks candi lebih tua dari umur berdirinya pengelola Taman Wisata Candi Borobudur.
"Kami berdagang di Borobudur semenjak belum ada Taman Wisata Candi Borobudur. Antara tahun 1982 atau 1983 saya mulai jualan di Candi Borobudur."
Menurut Kodiran, selama berjualan di dalam kompleks candi mereka mudah diatur dan bisa diajak kerja sama. Termasuk saat diwajibkan mengenakan seragam dan menata dagangan.
"Kami nggak sukar ditata kok. Kami manut, mau diatur juga. Kami juga membantu keamanan dan kenyamanan pengunjung. Kami mau juga disuruh sana-sini (pindah). Kami manut."
Merasa tersudut, para pedagang kemudian mengadukan masalah ini ke Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Gubernur mengirim utusan, Plh Kepala Dinas Kepemudaan Olah Raga dan Pariwisata Provinsi Jateng, Setyo Irawan untuk menemui para pedagang asongan.
"Kami dari Pemprov Jateng memfasilitasi, mencatat, dan menginventarisir terkait keluhan yang dialami pedagang asongan. Selanjutnya akan kami sampaikan kepada Gubernur untuk tindak lanjutnya," kata Setyo.
Menurut Setyo, perintah untuk menemui para pedagang asongan disampaikan langsung oleh Ganjar Pranowo. "Intinya kami diminta turun ke lapangan untuk menemui pedagang asongan. Kira-kira keluhannya apa saja."
Dia menilai, tahap pertama yang perlu dilakukan adalah mengakomodir keinginan pedagang untuk bisa kembali berjualan. Mengenai dimana lokasi yang disiapkan akan dibicarakan lebih lanjut.
Termasuk membahas tuntutan para pedagang agar mereka mendapat legalitas berjualan di kompleks candi. "Legalitas nanti kita bicarakan bersama. Nanti dengan TWC, Balai Konservasi Borobudur, dan Pemkab Magelang. Termasuk pelaku wisata yang lainnya juga akan kita diskusikan."
Kontributor : Angga Haksoro Ardi