SuaraJawaTengah.id - Asam-garam menjadi relawan Palang Merah Indonesia (PMI) tentunya sudah dirasa Soetinah.
Pasalnya wanita kelahiran 6 Juni 1929 itu, pernah mengemban tugas d masa kemerdekaan Republik Indonesia.
Kini usia Soetinah 93 tahun, meski fisik tak lagi sekuat dulu, namun semangatnya masih berapi-api.
Sembari berbaring di tempat tidurnya yang ada di sebuah rumah di Jalan Kanguru III, Nomor 2 B, RT 02/RW 04, Kecamatan Gayamsari, Semarang. Ia bercerita banyak mengenai perjuangannya.
Baca Juga:Selain Bung Karno, Siapa Saja Tokoh Proklamasi Kemerdekaan RI?
Meski suaranya tak lagi lantang, namun penuturan Soetinah masih bisa terdengar jelas.
Ia berujar di usia 17 tahun ia sudah menjadi relawan PMI, dan menjalankan tugas untuk membantu pejuang Indonesia merebut kemerdekaan.
"Awal saya menjadi relawan pada 1946, tepat satu tahun Presiden Soekarno menggaungkan Kemerdekaan Republik Indonesia," ucapnya, Rabu (10/08/22).
Meski sudah menyatakan kemerdekaan, menurut Soetinah, pihak Belanda masih berusaha merebut wilayah Indonesia.
Sejumlah peperangan pun berkecamuk saat itu, sehingga tim PMI diterjunkan untuk membantu mempertahankan kemerdekaan.
Baca Juga:Jalan Sehat Hingga Seminar UMKM, Siap Meriahkan HUT RI di Desa Tanjungsari
"Di tahun tersebut saya bersama relawan PMI lainnya digembleng habis-habisan untuk membantu para pejuang. Saya masih ingat waktu itu Dr Roberto Hadi yang melatih para relawan PMI," jelasnya.
Diceritakannya, sebulan penuh para relawan PMI menjalin latihan berat, baik fisik hingga mental di RS Purwodadi Jawa Tengah.
Usai mendapatkan latihan khusus, Soetinah diterjunkan di Medan pertempuran sebagai pasukan cadangan dalam peperangan.
Tugas Soetinah dan relawan PMI lainnya untuk memberikan pengobatan dan perawatan terhadap prajurit yang terluka.
Keluar masuk hutan, suara tembakan hingga melihat pejuang gugur di Medan laga, menjadi makanan Soetinah saat menjalankan tugasnya.
"Tugas saya saat itu cukup berat dan usai saya waktu itu masih sangat muda. Namun kerena tugas dan semangat untuk mempertahankan kemerdekaan, saya tetap berjuang sebaik mungkin dalam tugas," terangnya.
Soetinah juga masih mengingat, banyaknya pejuang yang ia rawat setiap hari.
Perawatan yang ia lakukan juga tak mengenal waktu, tak jarang ia tak tidur beberapa hari hanya untuk memberikan perawatan untuk pejuang yang terluka.
"Kadang saya merawat lima penjuang dalam sehari, karena situasi saat itu bergejolak fokus para relawan untuk memulihkan kondisi pasukan yang terluka. Jadi jarang tidur saat malam hari," paparnya.
Pergolakan perang ketika Soetinah bertugas membuatnya acapkali berpindah lokasi lantaran mengikuti pergerakan para pejuang.
"Bersembunyi di hutan sering kali saya lakukan bersama pejuang lainnya. Lokasinya juga tak menentu. Beberapa kali pasukan gerilya menyerbu wilayah Gubug Grobogan, lalu ke Demak, Kudus, Lasem sampai Juwana. Kami relawan PMI juga mengikuti pasukan itu," kata Soetinah.
Melihat darah hingga membawa pejuang yang terluka ke tempat aman, diterangkan Soetinah menjadi kegiatannya saat itu.
Tak hanya itu, memberishkan luka, menjahit kulit pejuang yang robek, hingga menggendong penuang yang terluka juga acapkali dilakukan Soetinah.
Dua tahun bertugas sebagai paramedik perang, Soetinah akhirnya ditarik menjadi relawan kesehatan CPM Detasemen III di Purwodadi pada 1948.
Ia diminta membantu satuan Kompi Brigade SS dibawah komando Letnan I Suparto sebagai Staf Brigade VI Divisi II.
Di bawah kepemimpinan Kolonel S Soediarto, Soetinah mendapatkan tugas baru manjadi mata-mata untuk untuk mengintai wilayah yang dikuasai pasukan Belanda.
Deretan misi telah Soetinah jalani untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia saat itu.
Atas dedikasinya, Soetinah memperoleh penghargaan Satya Lencana Karya Satya Tingkat III dan Bintang Legiun Veteran oleh Presiden Kedua Indonesia, Soeharto.
Soetinah mengaku ia juga mendapatkan penghargaan Bintang Legiun Veteran dan hanya ada lima wanita yang mendapatkan penghargaan tersebut.
"Penghargaan membuat saya memperoleh pekerjaan di sekretariat kantor Gubernur Jateng. Saya dihadiahi rumah oleh Pak Harto saat itu," imbuhnya.
Soetinah juga menjadi satu dari dua pejuang veteran wanita yang masih seksi di Kota Semarang. Meski demikian karena Kondisi fisiknya, Soetinah lebih banyak menghabiskan waktu berbaring di tempat tidurnya.
Kontributor : Aninda Putri Kartika