Kenaikan Harga BBM Harus Memperhitungkan Inflasi, Pengamat: Jangan Lebih dari 25 Persen

Pengamat Ekonomi mengingatkan, kenaikan BBM jangan llebih dari 25 persen, bisa membuat inflasi semakin parah

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 30 Agustus 2022 | 17:44 WIB
Kenaikan Harga BBM Harus Memperhitungkan Inflasi, Pengamat: Jangan Lebih dari 25 Persen
Ilustrasi SPBU - Pengamat Ekonomi mengingatkan, kenaikan BBM jangan llebih dari 25 persen, bisa membuat inflasi semakin parah.  (Shutterstock)

SuaraJawaTengah.id - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan kebijakan yang mesti diterapkan untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Namun demikian, hal tersebut harus diimbangi dengan edukasi ke masyarakat agar lebih rasional, serta diikuti pengetatan pembelian BBM bersubsidi, agar lebih tepat sasaran.

Ekonom Universitas Diponegoro Semarang, FX Sugiyanto mengatakan, kenaikan harga BBM yang akan diterapkan pemerintah idealnya sebesar 25 persen saja. Langkah tersebut dilakukan agar dampaknya terhadap inflasi tidak terlalu besar, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga.

"Saya belum menghitung persis, tetapi jangan lebih dari 25 persen. Tentu ini sangat tergantung pada konsumsi dan efek dominonya, karena pasti akan berdampak pada biaya transportasi, yang juga berpengaruh pada biaya distribusi pangan," kata FX Sugiyanto dari keterangan tertulis Selasa (30/8/2022).

Baca Juga:Angkut BBM Pakai Mobil Bertangki Modifikasi, Dua Warga Aceh Besar Ditangkap

Menurutnya, kenaikan harga BBM harus diimbangi pula dengan pembatasan pembelian bersubsidi, mengingat selama ini BBM subsidi seperti Pertalite lebih banyak dikonsumsi oleh orang mampu. Penerapan pembatasan dengan menggunakan aplikasi MyPertamina merupakan langkah yang sudah tepat, karena teknologi ini juga memungkinkan adanya pendataan yang lebih baik.

"Saya sempat nongkrong di SPBU, dan mengamati yang membeli Pertalite itu banyak mobil – mobil mewah, seperti ada Honda CRV dan Alphard. Memang tidak ada larangan, tapi kita harus melihat dari sisi keadilan sosial," ungkapnya.

FX Sugiyanto menambahkan, polemik terkait kebijakan rencana kenaikan BBM ini akan menjadi edukasi ke masyarakat, agar memiliki pemikiran yang lebih rasional. Namun, yang terpenting pemerintah harus punya alasan yang masuk akal dan adil, karena ini punya dampak berbeda – beda terhadap masyarakat.

"Lebih baik terjadi perdebatan di masyarakat, daripada pemerintah langsung melakukan kenaikan harga. Memang negatifnya harga mulai naik, tapi sisi baiknya masyarakat melihat pemerintah tidak diam – diam dalam mengambil keputusan," tandasnya.

Terpisah, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah, Adhi Wiriana menyarankan sejumlah langkah agar dampak kenaikan BBM tidak terlalu besar terhadap kenaikan inflasi. Pertama, pelaku usaha harus melakukan efisiensi anggaran ataupun biaya.

Baca Juga:Subsidi BBM Dinikmati Rumah Tangga Mampu, Cuitan Dandhy Laksono: Propaganda Pemerintah

"Artinya, untuk hal – hal yang sifatnya tidak urgent bisa diminimalkan. Jadi, biaya semata – mata hanya untuk kegiatan produksi," ujarnya.

Adapun yang kedua, lanjut Adhi, pemerintah harus melakukan intervensi agar tarif angkutan baik darat, laut maupun udara tetap terjangkau oleh masyarakat. Jika kenaikan tarif angkutan tidak lebih dari 2-3 persen, hal itu masih bisa diterima oleh masyarakat.

"Pemprov Jateng mungkin juga perlu memperbanyak program angkutan gratis seperti di Jakarta, supaya lebih sejahtera dan masyarakat lebih berminat menggunakan angkutan umum dibandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi," terangnya.

Selanjutnya yang ketiga, Adhi menyarankan agar pemerintah bisa menjaga daya beli masyarakat, dan memberikan bantuan di sektor kesehatan, pendidikan, serta mendorong penciptaan lapangan kerja baru.

"Beasiswa perlu diperbanyak, orang berobat tidak dipersulit dan harga obat-obatan murah sebagai salah satu bentuk layanan pemerintah," jelasnya.

Adhi Wiriana menambahkan, idealnya inflasi di Jawa Tengah tidak lebih dari 5 persen, mengingat kenaikan upah di wilayah ini rata – rata juga tidak lebih dari jumlah tersebut. Jika inflasi melebihi angka tersebut, maka akan berdampak pada tingkat kemiskinan yang akan memunculkan persoalan lain seperti kriminalitas.

"Kalau inflasi terlalu tinggi, apalagi jika sampai dua digit, maka akan berdampak pada tingkat kemiskinan dan hal lain termasuk kriminalitas," tukas Adhi.

Sementara itu, terkait dengan bantuan pemerintah, seperti bantuan langsung tunai sebagai bantalan untuk menghadapi kenaikan BBM, Adhi menyambut positif hal tersebut. BPS sendiri berusaha terus menyusun data yang akurat, sehingga pemberian subsidi kepada masyarakat lebih tepat sasaran.

"Walaupun bantalan tidak ke seluruh masyarakat, tapi kita tetap berusaha melahirkan data akurat untuk mendukung bantalan tadi, seperti subsidi listrik dan lain – lain," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini