Kisah Kopi Pucue Kendal, Warung yang Punya PLTMH dan Tak Pernah Mengandalkan Pasokan Listrik dari PLN

Selain menjual kopi lokal dan dikelilingi hutan, kedai kopi Pucue tak pernah mengandalkan pasokan listrik dari PLN

Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 10 September 2022 | 09:42 WIB
Kisah Kopi Pucue Kendal, Warung yang Punya PLTMH dan Tak Pernah Mengandalkan Pasokan Listrik dari PLN
Seorang pembeli tengah memesan kopi di Kopi Pucue Kendal yang ada di Desa Ngesrepbalong Kabupaten Kendal, Senin (05/09/22). [Suara.com/Aninda Putri]

SuaraJawaTengah.id - Kedai kopi satu ini berbeda dengan warung kopi pada umumnya. Selain menjual kopi lokal dan dikelilingi hutan, kedai kopi satu ini tak pernah mengandalkan pasokan listrik dari PLN.

Kedai kopi yang terletak di lereng Gunung Ungaran itu juga bisa dikatakan kedain kopi mandiri energi satu-satunya di Jawa Tengah.

Hal itu lantaran kedai kopi yang ada di Desa Ngesrepbalong Kabupaten Kendal tersebut, memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Pemanfaatan listrik dari PLTMH bahkan bisa digunakan 24 jam penuh tanpa khawatir ada pemadaman bergilir.

Baca Juga:Pemerintah Resmi Operasikan SPKLU di Kalbar Sebagai Bentuk Dukungan Ekosistem Kendaraan Listrik

Walaupun letaknya di himpit hutan dan jurang, bahkan akses masuk hanya bisa dilintasi sepeda motor.

Namun kedai yang tak jauh dari perkebunan kopi tersebut selalu ramai pengunjung.

Kedai tersebut adalah Kopi Pucue Kendal, yang menempati lereng Gunung Ungaran sisi utara di ketinggian sekitar 1400 MDPL.

Menurut Indra Hermawan (25), pengurus kedai tersebut, kedai kopi bernuansa alam itu berdiri sejak 2020.

Berdirinya kedai tersebut dibarengi usaha para pemuda desa mewujudkan energi mandiri. 

Baca Juga:Dirut PLN: Masyarakat Akan Hijrah ke Kendaran Listrik Secara Alamiah

"Karena ada aliran air kami berfikir untuk memanfaatkannya, paling tidak untuk menghidupkan lampu untuk kedai. Maka dari itu para pemuda membuat PLTMH," ucapnya kepada SuaraJawaTengah.id, beberapa waktu lalu.

Perjuangan pemuda desa mewujudkan kemandirian energi pun tak berjalan mulus.

Namun dalam perjalanannya, para pemuda desa tak patah arang dan selalu berinovasi.

Bahkan PLTMH rakitan yang dipakai tak secanggih sekarang, lantaran bahan untuk PLTMH seadanya.

"Kami memanfaatkan bahan yang ada untuk merakit PLTMH, misalnya turbin dari dinamo mobil, kincir juga memanfaatkan veleg kendaraan bekas," paparnya pemuda Desa Ngesrepbalong itu.

Berkat kegigihan, PLTMH rakitan tersebut bisa digunakan hampir satu tahun lamanya.

Bahkan PLTMH rakitan yang dibuat para pemuda desa itu bisa menghasilkan listrik untuk penerangan kedai kopi.

Usaha mewujudkan mandiri energi untuk kedai kopi yang dilakukan para pemuda desa juga berbuah manis.

PLTMH yang mereka rakit dan usaha mewujudkan mandiri energi dilirik perusahaan BUMN pada 2021.

Perusahaan BUMN itu pun merangkul para pemuda desa. PLTMH yang ada pun dibangun ulang untuk menghasilkan listrik lebih besar.

"Sampai sekarang listriknya masih kami manfaatkan, untuk semua keperluan kedai. Baik penerangan hingga alat untuk mengolah kopi juga bersumber dari PLTMH," jelasnya.

Keunikan tersebut menarik para pengunjung, dan membuat Kopi Pucue Kendal semakin populer.

Dari sana para pemuda desa merangkul petani kopi di sekitar Desa Ngesrepbalong untuk memasarkan kopi lokal.

"Kopi yang kami jual ada arabica dan robusta, kopi tersebut dari petani asli desa. Pengunjung juga selalu memadati kedai yang dikelola pemuda desa ini, bahkan omset rata-rata bisa Rp 4 juta lebih setiap pekan," katanya.

Adapun Ketua Pokdarwis Gunungsari Pucuke Kendal, Wahyudi berujar, PLTMH tersebut memiliki kapasitas 1.000 Watt.

"Kapasitas tersebut bisa menghidupkan puluhan lampu untuk menerangi jalan sepanjang 200 meter menuju kedai kopi, hingga alat memproses kopi di kedai," paparnya.

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) berkapasitas 1.000 Watt yang mengalir listrik Kedai Kopi Pucue Kendal, Senin (05/09/22).
Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) berkapasitas 1.000 Watt yang mengalir listrik Kedai Kopi Pucue Kendal, Senin (05/09/22). [Suara.com/Aninda Putri]

Tak hanya untuk keperluan kedai, menurut Wahyudi, tempat pengeringan kopi juga memanfaatkan listrik dari PLTMH.

"Saat kedai tutup, listrik dialirkan ke tempat pengeringan kopi dengan lampu sebesar 600 Watt," terangnya.

Wahyudi menerangkan warga tak ingin menambahkan unit PLTMH yang ada.

Hal itu lantaran, warga sekitar ingin menjaga eksistensi sungai tetap lestari.

"Jangan sampai karena banyak PLTMH pasokan air untuk pentani berkurang. Kami ingin kapasitas listriknya bisa lebih besar, namun tetap menggunakan satu unit PLTMH. Karena lingkungan jadi kunci untuk para petani, kami tidak ingin lingkungan rusak," imbuhnya.

Kontributor : Aninda Putri Kartika

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak