Duh! 16.910 Anak di Jateng Tidak Sekolah, Legislatif Minta Pemerintah Harus Lebih Serius

Anak Tidak Sekolah (ATS) di Jateng mencapai 16.910 anak. Belasan ribu ATS ini tercatat mulai dari jenjang SD hingga SMA/SMK di 17 kabupaten

Budi Arista Romadhoni
Sabtu, 17 Juni 2023 | 11:12 WIB
Duh! 16.910 Anak di Jateng Tidak Sekolah, Legislatif Minta Pemerintah Harus Lebih Serius
Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko. [Dok Istimewa]

SuaraJawaTengah.id - Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Tengah, Heri Pudyatmoko mengaku prihatin dengan masih banyaknya jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) di wilayahnya. Ia pun meminta pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi, untuk lebih serius dalam memperhatikan masalah ini. 

Pasalnya sektor pendidikan ialah urusan pemerintahan wajib yang seharusnya diprioritaskan dan tidak boleh diabaikan. Heri menegaskan, akses pendidikan haruslah bisa dirasakan oleh semua masyarakat. Pemerintah semestinya memfasilitasi agar anak-anak memiliki kesempatan lebih dalam mengenyam pendidikan. 

Hal tersebut dikatakannya usai mendapati data dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) yang menyebutkan, Anak Tidak Sekolah (ATS) di Jateng mencapai 16.910 anak. Belasan ribu ATS ini tercatat mulai dari jenjang SD hingga SMA/SMK di 17 kabupaten di Jateng yang menjadi prioritas pengentasan kemiskinan ekstrem.

"Ini menunjukkan bahwa akses pendidikan di Jawa Tengah masih belum merata, terutama di 17 kabupaten yang masuk kategori miskin ekstrem. Padahal pendidikan termasuk ke dalam urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Maka pemerintah harus lebih serius dalam menangani persoalan ini," kata Heri dari keterangan tertulis pada Sabtu (17/6/2023). 

Baca Juga:BI Jateng Minta Bank Rajin Cek Kondisi QRIS di Merchant

ATS dikategorikan sebagai anak usia 6 hingga 21 tahun yang tidak bersekolah karena alasan ekonomi, sosial, kesehatan, dan persoalan lainnya. Jumlah 16.910 ATS di Jateng tersebut diperoleh dari Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) 2023.

Dari jumlah 16.910, ada sebanyak 6.399 ATS pada jenjang SMA/SMK yang tersebar di 17 kabupaten miskin ekstrem. Meliputi Banjarnegara, Banyumas, Blora, Brebes, Cilacap, Demak, Grobogan, Kebumen, Klaten, Magelang, Pemalang, Purbalingga, Purworejo, Rembang, Sragen, Wonogiri, dan Wonosobo

Masih banyaknya anak tidak sekolah tidak boleh diabaikan begitu saja. Menurutnya, jika tidak ditangani hal ini dapat menghambat pembangunan daerah. Pihaknya pun meminta pemerintah turun tangan sesuai kewenangannya masing-masing. Yakni Pemprov Jateng di tingkat SMA dan SMK serta Pemkab pada jenjang SD dan SMP. 

"Jujur saya merasa prihatin dengan kondisi ini. Padahal pendidikan yang merata selalu dijadikan slogan, tapi dari tahun ke tahun pasti ada anak yang putus sekolah. Jangan sampai faktor ekonomi menghalangi anak-anak kita untuk belajar dan merasakan pendidikan. Padahal sekolah negeri itu sifatnya gratis tanpa biaya," tegasnya. 

Lebih lanjut, Heri berharap agar Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2023/2024 bisa menjadi pintu bagi anak-anak yang tidak sekolah agar bisa kembali melanjutkan pendidikan. Ia mengatakan, ATS bisa didaftarkan dalam PPDB tahun ini melalui jalur afirmasi. 

Baca Juga:1 Kecamatan Terunik di Jawa Tengah, Terpisah dari Karanganyar dan Lebih dekat Surakarta dan Boyolali, Kok Bisa?

"Kalau untuk SMA dan SMK negeri tahun ini ada penambahan daya tampung, sekarang tersedia 225.701 kursi peserta didik. Jalur afirmasi di SMAN kuotanya 20 persen, untuk anak tidak sekolah 3 persen. Kalau SMKN jalur afirmasi 15 persen, 3 persennya untuk anak tidak sekolah. Harapannya ini bisa dimanfaatkan," ucapnya. 

Politisi Partai Gerinda tersebut mengatakan, kebijakan dalam PPDB tahun akademik 2023/2024 ini diprioritaskan untuk menampung anak-anak tidak sekolah. Semua pihak diharapkan dapat berpartisipasi dalam menyukseskan PPDB kali ini.  

Selain itu, lanjut Heri, Pemprov Jateng juga perlu mengoptimalkan anggaran Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan untuk pembebasan biaya SPP siswa SMA/SMK/SLB Negeri. Sehingga diharapkannya kondisi ekonomi keluarga tidak berpengaruh pada akses pendidikan bagi generasi muda. 

“Pemprov Jateng harus bisa mengawal kebijakan pendidikan, baik perencanaan penganggaran maupun koordinasi dengan para pemangku kepentingan,” tegas Heri. 

Menurut Heri, pendidikan ialah hak yang harus didapatkan oleh seluruh masyarakat. Bahkan negara sendiri, khususnya dalam Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945, menjamin setiap warganya untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

“Masyarakat miskin juga berhak mendapatkan pendidikan. Kalau mereka mendapatkan pendidikan, maka bisa memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya. Sehingga ke depan juga bisa mengurangi angka kemisinan,” bebernya. 

Di sisi lain, pendidikan juga menjadi jembatan untuk mengembangkan SDM generasi muda yang nantinya akan berguna bagi pembangunan bangsa di masa depan. Maka dari itu, sudah selayaknya masalah angka putus sekolah tersebut harus segera ditangani dengan skema dan formula yang matang. 

"Jangan sampai setiap pergantian tahun ajaran baru ada anak yang gagal melanjutkan sekolah. Supaya generasi-generasi penerus bangsa dari Jateng bisa berkontribusi dalam pembangunan nasional di masa yang akan datang. Mereka adalah aset berharga yang dimiliki bangsa ini,” pungkas Heri.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini