SuaraJawaTengah.id - Kelompok suporter 'Panser Biru' turut mewarnai perjalanan manis dan pahitnya kiprah PSIS Semarang di kancah sepak bola Indonesia.
Nama Panser Biru sendiri diambil dari kepanjangan Pasukan Suporter Semarang Biru. Selama puluhan tahun, mereka selalu setia dan loyalitas menjadi pemain kedua belas untuk mendukung perjuangan PSIS Semarang.
Meski PSIS Semarang sebagai salah satu klub tertua di Indonesia. Tetapi organisasi suporter Panser Biru baru muncul dan terbentuk pertama kali pada tanggal 25 Maret 2001.
Salah satu inisiator berdirinya Panser Biru, Benny Setiawan mengenang tercetusnya wadah bersatunya suporter PSIS Semarang berawal dari beberapa orang termasuk dirinya yang prihatin melihat klub kebanggaan Kota Lunpia terjun bebas ke divisi satu.
Perlu diketahui pada tahun 1999, PSIS Semarang berhasil menjadi kampiun juara. Namun setahun berikutnya mereka terdegradasi setelah menelan kekalahan oleh Pelita Solo di Stadion Manahan.
"Tragedi manahan jadi titik balik, masa klub ibu kota Jawa Tengah turun kasta. Kita harus bikin sesuatu untuk mengangkat spirit pemain PSIS Semarang," kata salah seorang pendiri Panser Biru, Benny Setiawan saat ditemui di daerah Mijen, Selasa (12/9).
Awal-awal merumuskan organisasi Panser Biru. Benny beserta belasan orang lainnya sering berkumpul di Gedung Berlian. Akan tetapi, mereka sempat beberapa kali diusir oleh satpam karena penampilan.
Lalu tempat berkumpul mereka pindah ke halaman Masjid Baiturrahman. Disana mereka mulai serius mendiskusikan soal nama dan organisasi yang akan dibentuk.
"Kalau PSIS Semarang berjuang sendiri tanpa dukungan suporter kan susah. Kami juga didorong simpatisan wartawan untuk bikin organisasi suporter," beber Benny.
Baca Juga:Skor Persija vs Persib Berakhir Imbang, Suporter Chaos Lempar Botol ke Pemain
Pilih Nama Panser Biru
Sebelum memilih menggunakan nama Panser Biru. Benny beserta teman-temannya terlebih dahulu sepakat untuk mencari ide nama bersama-sama.
Waktu itu terdapat beberapa usulan nama di dalam forum diantaranya Fan Bos (Fans Bocah Semarang), Bosnia (Bocah Semarang Mania), Bocah Semarang (Bocas), Pasukan Suporter Semarang-Biru (Panser Biru) dan masih banyak yang lainnya.
"Usulan nama sayalah yang akhirnya terpilih. Dalam bahasa Jerman Panser itu artinya tank. Jadi saya harap nama ini bisa memotivasi PSIS Semarang lebih tangguh selayaknya tim-tim Jerman," ungkap Benny.
Setelah terbentuk, Benny dan teman-teman lainnya lalu rutin mengadakan pertemuan setiap Minggu pagi di Tri Lomba Juang. Tujuan mereka berkumpul untuk menciptakan lagu dan yel-yel.
Puncaknya pada akhir tahun 2000, suporter Panser Biru pun mulai beraksi. Untuk pertama kalinya mereka memperlihatkan bentuk dukungan lewat gerakan, tarian, atau yel-yel saat pemain PSIS Semarang menggelar latihan di Stadion Jatidiri.
"Dulu suporter Semarang datang ke stadion itu berkelompok sendiri-sendiri. Tanpa terkoordinir, jadi kita nggak bisa bikin semacam koreografi atau lagu-lagu untuk memberi semangat kepada para pemain," jelas Benny.
Kebetulan lelaki yang kini berusia 51 tahun tersebut dipercaya jadi Ketua Umum pertama untuk menahkodai suporter Panser Biru.
Pekerjaan utamanya yang dilakukan Benny adalah membuat ADRT dan membentuk koordinator wilayah.
"Saya mendeklarasikan korwil-korwil misal Semarang Utara, Tembalang dan lain-lainnya sebagai penanda. Kalau ada apa-apa misal gesekkan, jadi lebih mudah mendeteksinya," ungkapnya.
Dinamika Suporter
Diakuinya dinamika suporter zaman dulu dan sekarang masih nggak beda jauh. Suporter masih sering terpacing emosi serta terlibat bentrokan dengan suporter lawan.
Contoh yang terbaru, saat PSIS Semarang melawan Persib Bandung di pekan ke-9. Di Stadion Jatidiri sempat terjadi gesekkan lantaran suporter tuan rumah yang hadir meluapkan euforia secara berlebihan.
"Faktornya banyak. Salah satu pemicunya mungkin karena tidak puas dengan keputusan wasit. Itu bisa membuat suporter emosi," cetusnya.
Selama menjadi suporter sedari kelas 4 SD, Benny telah merasakan semua manis dan pahitnya dunia supoter. Kericuhan dan gesekkan antar suporter seolah telah menjadi makanan sehari-harinya.
"Saat away ke Bali, kami pernah dikepung dan diserang suporter Perseden Denpasar satu lapangan. Setelah kejadian itu, teman-teman pada bilang kapok dan nggak mau nonton lagi. Tapi besoknya nonton lagi," tuturnya.
Menurut Benny, teman-teman suporter memang memiliki keberanian diluar batas yang wajar. Mereka acap kali nekat melakukan hal-hal yang dapat membahayakan nyawa sendiri.
Namun, Benny mengingatkan suporter khusunya Panser Biru harus berubah dan lebih dewasa dalam menyikapi persoalan. Sebab tidak ingin peristiwa kanjuruhan terulang kedua kali di dunia sepak bola Indonesia.
Kontributor: Ikhsan