SuaraJawaTengah.id - Perbuatan siswa sekolah MA Yasua Kabupaten Demak, Muhammad Abdul Rosyid (MAR) yang menganiaya gurunya sendiri Ali Fatkur Rohman dengan menggunakan senjata tajam tidak dibenarkan.
Berdasarkan keterangan kepolisian, penyulut pelaku dengan tega melakukan perbuatan tersebut karena tidak dizinkan oleh Ali Faktur Rohman mengikuti UTS. Sebab yang bersangkutan tidak dapat menyelesaikan tugas sebagai syarat untuk mengikuti UTS.
Namun, disisi lain pelaku ternyata bukan orang yang suka berperilaku buruk di masyarakat. Bahkan kata tetangga sekitar, pelaku justru dikenal memiliki kepribadian yang baik, pendiam dan sopan.
Ketua RT 02 RW 02 Desa Pilangwetan, Kecamatan Kebonagung, Sari yang tau persis perilaku pelaku di lingkungannya dibuat tidak percaya. Bahkan semua tetangga ikutan syok mengetahui kejadian tersebut.
Baca Juga:Guru di Demak Dibacok Siswa, Amarah Tak Terkendali Usai Dipersulit Mengikuti UTS
"Kita sebagai tetangganya tau persis anaknya dari kecil seperti apa. Orangnya nggak neko-neko. Kami semua kaget," kata Sari saat ditemui Suara.com di kediamannya, Rabu (27/9/2023).
Selain itu, menurut Sari pelaku adalah orang yang rajin dan berbakti pada orang tuanya. Selama 4 tahun terakhir, pelaku jadi tulang punggung keluarga dengan bekerja pada sore-malam hari.
Alasan pelaku bekerja karena untuk menggantikan peran ayahnya yang secara fisik sudah melemah. Dia juga turut bertanggungjawab untuk membesarkan adiknya yang masih kecil.
"Sebenarnya pas lulus dari MTs pelaku nggak mau melanjutkan sekolah lagi. Terus rehat selama satu tahun, karena terus didorong pelaku akhirnya mau sekolah lagi," jelasnya.
Baik korban maupun pelaku sama-sama dikenal sebagai orang baik. Sehingga Sari meminta semua pihak untuk tidak menyudutkan pelaku.
Baca Juga:Diduga Karena Dendam, Siswa Madrasah Aliyah di Demak Aniaya Gurunya Pakai Senjata Tajam
"Pelaku juga rajin ikutan kalau ada kegiatan karang taruna. Walaupun anaknya pendiam, tapi jiwa sosialnya ada. Jadi pas kejadian kami semua benar-benar nggak percaya," bebernya.
Minta Diberi Keringan
Sementara itu, Ketua RW 2, Kasir mengungkapkan selain kondisi fisik yang sudah melemah. Ayah pelaku juga mengalami gangguan dalam hal pendengaran. Jadi ayah pelaku ini sulit diajak komunikasi.
"Kerjanya serabutan, beberapa kali ayah pelaku sering mengalami kecelakaan di tempat kerjanya," imbuh Kasir.
Soal pelaku yang sering tidak masuk sekolah atau pun tidak mengerjakan tugas. Kasir berpendapat pelaku mungkin kelelahan karena bekerja sampai larut malam dan mengorbankan pendidikannya.
Kasir juga mengutuk tindakan pelaku, tapi dia berharap adanya upaya-upaya penyelesaian yang tidak memberatkan pelaku. Sebab pelaku masih dibawah umur dan sudah menjadi tulang punggung keluarga.
"Hukum tetap harus diproses tapi tolong minimal dikasih keringan. Kasian orang tuanya nggak ada yang biayai," tuturnya.
"Posisi pelaku waktu kejadian mungkin sedang bingung. Korban maupun pelaku sama-sama orang baik," tambahnya.
Berkaca dari kepribadian pelaku diatas, Psikolog, Probowatie Tjondronegoro, mengatakan setiap orang memiliki sisi sensitifitasnya sendiri-sendiri.
Jika pelaku di lingkungan masyarakat dikenal sebagai anak baik dan pendiam. Tapi bisa saja pelaku tidak punya ruang untuk berbicara.
Menurut Probowatie orang diam bukan berarti tidak punya masalah. Dia yakin pelaku sebenarnya memikul banyak beban dan masalah yang tidak diketahui.
"Kita tidak tau mungkin dia menyimpan kesakitan, kesedihan dan macam-macamnya. Terus dia nggak kuat dengan beban hidupnya. Dilalah yang jadi korbannya malah pak gurunya," tutur Probowatie.
Probowatie yakin perbuatan yang dilakukan pelaku tersebut hanya emosi sesaat. Sehingga pelaku juga perlu pendampingan untuk memulihkan psikologisnya.
"Usia remaja itu sebenarnya main, atau pacaran kan. Malah dia nggak sempat. Dia itu eksternalnya yang selalu dipikirkan. Sedangkan internalnya tidak. Sehingga ketika harga dirinya disinggung internalnya keluar," bebernya.
Dalam ilmu psikologi, kata Probowatie, manusia itu mempunyai dua sisi yakni keinginan untuk hidup dan keinginan untuk mati. Contoh keinginan hidup itu saat kita ingin makan. Sedangkan keinginan untuk mati contohnya berantem dan lain-lainnya.
"Saat ini dia menyerang dengan membabi buta dan akal sehatnya tertutup. Karena ledak-ledakannya sudah tidak terkendali," tandasnya.
Kontributor : Ikhsan