Setelah itu, Sukarti dan suaminya memulai kehidupan baru tinggal di bawah kolong jembatan hingga beranak pinak. Disana dia melahirkan seorang putra yang kini usianya sudah 26 tahun dan telah mempersunting seorang wanita.
"Saya diejek (miskin) nggak papa, saya disini cari makan. Yang penting saya nggak mencuri," imbuhnya.
Perempuan yang kini berusia 60 tahun menuturkan rumahnya ingin dibongkar dan jualan angkringan disuruh pindah. Tapi dia tidak menuruti, sampai berjalannya waktu pihak kecamatan maupun lurah setempat mengizinkan Sukarti dan keluarganya untum bertempat tinggal disana.
Meski hidup di tempat tidak layak serta memiliki banyak keterbatasan. Untuk menerangi tempat tinggal pada malam hari, Sukarti menggunakan aki untuk mendapatkan listrik.
Baca Juga:Bikin Merinding, Ruas Jalan Tol di Kota Semarang Ini Dulunya Bekas Kuburan Kuno
Sedangkan untuk kebutuhan air bersih seperti mandi, memasak dan mencuci pakaian. Sukarti biasanya membeli air lalu ditampung ke sebuah drum berukuran besar.
Disinggung soal pendapatan usaha angkringannya. Sukarti mengaku sedikit sedih, sebab setiap harinya hasil penjualan gorengan, kopi dan aneka minuman segar tidak menentu.
"Kadang ramai, kadang nggak, pendapatan juga nggak mesti sehari kadang Rp50 ribu, kadang Rp80 ribu. Kalau hari ini yang beli baru masnya," pungkas Sukarti.
Kontributor : Ikhsan
Baca Juga:Tanggul Laut di Tambaklorok Selesai Tahun Ini, Kota Semarang Bebas Banjir Rob?