Jelang Pemilu, Kepuasan Publik Terhadap Kinerja Pemerintahan Presiden Jokowi Capai 81,7 Persen

Kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo masih menunjukan 81,7 persen. Hal itu berdasarkan hasil survei Data Riset Analitika.

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 31 Januari 2024 | 08:22 WIB
Jelang Pemilu, Kepuasan Publik Terhadap Kinerja Pemerintahan Presiden Jokowi Capai 81,7 Persen
Presiden Jokowi ditemani menteri PUPR mengukur ruas jalan Solo-Purwodadi yang kerap rusak setiap tahun. [jokowi/Instagram]

SuaraJawaTengah.id - Kepuasan publik atas kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo masih menunjukan 81,7 persen. Hal itu berdasarkan hasil survei Data Riset Analitika. 

Rinciannya sebanyak 9,3 persen di antaranya merasa sangat puas dipimpin oleh Jokowi. Hanya 14,5 persen yang menyatakan tidak puas, termasuk 2,3 persen yang merasa tidak puas sama sekali, dan sisanya 3,8 persen tidak tahu/tidak jawab.

Tingginya tingkat kepuasan memperlihatkan aspirasi publik yang lebih mendukung wacana keberlanjutan. Publik cenderung akan memilih pasangan capres-cawapres yang dinilai paling mampu melanjutkan program-program Jokowi.

Keberpihakan Jokowi berpotensi mempengaruhi keputusan publik dalam memilih pasangan calon tersebut, meskipun akhirnya Jokowi tidak terang-terangan mendukung, publik bisa menangkap pesan yang disampaikan secara tersirat.

Baca Juga:Mangkir di Acara HUT PDIP, Puan Maharani Bocorkan Status Presiden Jokowi, Berani Pecat?

"Tingginya approval rating yang mencapai 81,7 persen membuat sikap keberpihakan Jokowi dapat mempengaruhi pilihan dalam Pilpres," kata Direktur Eksekutif Data Riset Analitika Nana Kardina dikutip dari ANTARA pada Rabu (31/1/2024). 

Menurut Nana, keberpihakan dari presiden atau pejabat publik atau bahkan ikut dalam kampanye semestinya bukan hal yang patut dipersoalkan.

“Selama tidak dilarang oleh regulasi, hak politik setiap individu itu bisa digunakan maupun tidak,” ujarnya.

Para pejabat publik baik eksekutif maupun legislatif yang dipilih secara langsung oleh rakyat lahir dari proses-proses politik. Selain itu ada pula jabatan yang tidak dipilih, hanya ditunjuk seperti menteri, juga diisi oleh para politisi.

“Lain halnya dengan posisi-posisi dalam birokrasi, mencakup PNS/ASN dan TNI/Polri ataupun jabatan-jabatan kenegaraan lain, yang memang dilarang untuk terlibat dalam politik praktis, sehingga diharuskan bersikap netral dalam pemilu,” tegas Nana.

Baca Juga:Ganjar Balas Sindiran Presiden Jokowi Soal Debat Capres Ketiga: Saya Enggak Menyerang Personal

Walaupun dalam praktiknya jajaran birokrasi kerap kali dan tidak bisa lepas sepenuhnya dari politik, tetapi ada aturan yang jelas untuk membatasinya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini