SuaraJawaTengah.id - Emosional anak rupanya tergantung dari aktivitas sehari-sehari. Termasuk penggunaan gawai terlalu berlebihan.
Anggota Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial Ikatan Dokter Anak Indonesia Dr. dr. I Gusti Ayu Trisna Windiani, Sp.A(K) mengemukakan bahwa bermain menggunakan gawai dalam waktu lama dapat memicu munculnya perilaku negatif seperti tantrum pada anak.
"Anak yang menonton atau mendapatkan paparan gadget lebih dari 20 menit, 66 persen mengalami tempered tantrum, karena penggunaan atau paparan gadget terlalu lama akan mengubah perilaku menjadi negatif," kata dokter yang biasa disapa Trisna dikutip dari ANTARA pada Rabu (24/4/2024).
Ia menjelaskan bahwa anak-anak bisa tantrum karena tidak suka ada perubahan mendadak saat melakukan hal yang disukai, yang terjadi ketika orang tua meminta anak melakukan aktivitas lain semasa asyik bermain menggunakan gawai.
Baca Juga:Genjot Sport Tourism di Jateng, Pj Gubernur Jateng Launching Specta 2024
Selain itu, ia melanjutkan, anak-anak juga bisa tantrum jika mengalami infeksi, gangguan tidur, lelah, atau lapar serta belum punya keterampilan menanggulangi perasaan sendiri.
Dokter lulusan Universitas Udayana itu mengatakan bahwa tantrum dapat terjadi pada anak usia 18 bulan sampai empat tahun.
Menurut dia, lama dan frekuensi tantrum akan berkurang seiring dengan pertambahan usia anak.
Trisna menjelaskan, tantrum merupakan bagian dari perkembangan emosional normal pada anak, tetapi bisa menjadi abnormal jika berlanjut dan tidak diintervensi.
Oleh sebab itu, ia mengatakan, penting bagi para orang tua untuk mengetahui tahapan perkembangan emosional anak berdasarkan usia.
Baca Juga:Balik Rantau, Pemprov Jateng Fasilitasi Bus Gratis untuk 3.145 Pemudik
Menurut dia, anak pada usia 15 bulan sudah bisa merasakan kesedihan dan emosi orang lain, pada usia 22 bulan sudah bisa menentang jika dilarang, dan pada usia dua tahun sudah bisa mengendalikan emosi.
"Usia tiga tahun sudah bisa berbagi dengan orang lain tanpa diminta, empat tahun sudah bisa menunjukkan rasa bahagia, takut, marah, karena perkembangan emosional sudah terbentuk dengan baik," katanya.
Ia mengatakan bahwa saat mengalami tantrum 86 persen anak menangis, 40 persen anak berteriak, dan 13 persen anak merengek.
Tantrum yang berat, sering terjadi, dan berlangsung lama, menurut dia, bisa jadi merupakan indikasi adanya masalah internalisasi dalam mengontrol emosi dan masalah eksternalisasi dalam bersikap kepada orang lain.
Dia menyarankan orang tua membawa anak ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk menjalani pemeriksaan jika anak mengalami tantrum lebih dari 15 menit lebih dari lima kali dalam sehari, melukai diri sendiri dan orang lain saat tantrum, dan suasana hatinya tidak segera kembali normal setelah tantrum.
"Periksa anamnesis, apakah sakit atau infeksi atau gangguan tumbuh kembang, keterlambatan bicara, skrining pendengaran. Kalau lebih lanjut cek laboratorium untuk dilihat adanya kelebihan timbal dan ada gangguan perilaku abnormal," kata Trisna.