SuaraJawaTengah.id - Calon Wali Kota Semarang Nomor Urut 2, Yoyok Sukawi, merespons keluhan masyarakat terkait buruknya kondisi Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang, yang oleh warga kerap dijuluki "cumi-cumi darat".
Julukan tersebut muncul akibat kondisi banyak armada BRT yang tidak terawat, mengeluarkan asap hitam tebal saat melaju, dan dianggap merusak lingkungan serta kenyamanan publik.
Untuk membuktikan keluhan tersebut, Yoyok memutuskan untuk mencoba langsung naik BRT pada Kamis (3/10/2024), dari shelter Akpol di Jalan Sultan Agung menuju Balai Kota Semarang.
Dalam perjalanannya, Yoyok melihat secara langsung beberapa masalah yang dikeluhkan oleh warga.
Baca Juga:Koalisi Gemuk Kawal Yoyok-Joss, Pilwakot Semarang 2024 Diprediksi Sengit
"Saat saya naik, memang benar beberapa armada BRT ini sudah tua, dan kenalpotnya mengeluarkan asap hitam. Ini menyebabkan polusi udara yang berdampak buruk bagi lingkungan," ungkap Yoyok.
Ia menekankan bahwa kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena berisiko bagi kesehatan warga dan kualitas transportasi publik.
Yoyok juga mencatat kerusakan fasilitas, baik di armada maupun shelter, khususnya di daerah pinggiran Semarang. Beberapa shelter dinilai tidak layak, dan armada BRT sudah terlihat usang, dengan bagian-bagian yang kropos dan rusak.
Melihat kondisi ini, Yoyok Sukawi berjanji, jika terpilih sebagai Wali Kota Semarang, ia akan segera melakukan peremajaan terhadap armada BRT Trans Semarang.
Ia juga mengusulkan solusi jangka panjang berupa penggantian armada yang ada dengan bus listrik untuk mengurangi polusi udara dan meningkatkan kualitas layanan transportasi umum.
Baca Juga:Mengintip LHKPN Yoyok Sukawi Bakal Calon Wali Kota Semarang, Punya Harta Rp14 Miliar
“Tadi saya melihat sendiri, ternyata masalah utama dari ‘cumi-cumi darat’ ini adalah usia bus yang sudah tua dan kurangnya perawatan. Solusinya, kita harus segera melakukan peremajaan, dan akan lebih baik jika menggunakan bus listrik,” tegas Yoyok.
Selain masalah teknis pada bus, Yoyok juga menerima keluhan dari sopir BRT mengenai kebijakan jam kerja. Ia terkejut mengetahui bahwa sopir hanya mendapatkan waktu istirahat 15 menit, yang dinilainya berisiko terhadap keselamatan penumpang.
Dengan pengalaman langsung ini, Yoyok berharap transportasi umum di Semarang, terutama BRT, dapat memberikan layanan yang lebih baik. Ia menegaskan bahwa perbaikan fasilitas umum adalah prioritasnya untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan masyarakat.