Jenis dan Arti Suara Perkutut
Dalam komunitas penggemar perkutut, suara burung ini dibedakan menjadi berbagai jenis: klonthang, dung, tingkem, hingga slur. Tiap jenis suara memiliki makna simbolik.
Misalnya, suara dengan irama berat dan panjang dianggap melambangkan kekuatan dan wibawa, cocok untuk tokoh masyarakat atau pemimpin.
Beberapa nama perkutut juga dikaitkan dengan keberuntungan atau kesialan, seperti Perkutut Songgo Ratu yang dipercaya membawa kejayaan, atau Perkutut Lurah, yang dipercaya cocok bagi orang yang punya jabatan atau pemimpin desa.
Baca Juga:Setitik Harapan dari BRI Slawi untuk Para Penghafal Al-Quran di Ponpes Al Anwar
Status Sosial dan Filosofi "Katuranggan"
Dulu, memelihara perkutut merupakan bentuk status sosial. Orang kaya atau bangsawan memelihara burung dalam sangkar kayu jati ukiran, menggantungnya di serambi depan sebagai tanda kewibawaan.
Bahkan ada yang mengadakan ritual khusus saat membeli atau memelihara perkutut baru, seperti menyembelih ayam atau memberikan sesajen.
Dalam filosofi Jawa, ada istilah katuranggan, yakni ilmu untuk membaca sifat dan nasib berdasarkan bentuk tubuh atau tanda-tanda fisik.
Katuranggan perkutut mencakup bentuk paruh, bulu, mata, hingga garis pada dada.
Baca Juga:Deretan Pembiayaan Mobil dengan Bunga Termurah 2025, Cicilan Mulai Rp2 Jutaan Per Bulan
Misalnya, burung dengan dada bergaris dua dipercaya mendatangkan rejeki berlimpah, sementara yang berwarna terlalu gelap disebut pembawa kesialan.
Dilema di Era Modern
Meski zaman telah berubah, sebagian masyarakat Jawa, terutama di daerah pedesaan atau kalangan spiritual, masih mempertahankan tradisi ini.
Namun, tidak sedikit pula yang menyebut kepercayaan ini sebagai takhayul atau warisan animisme yang tidak relevan lagi.
Meski secara ilmiah belum terbukti, kepercayaan terhadap perkutut sebagai penjaga harmoni antara alam fisik dan spiritual terus menjadi bagian dari budaya Jawa yang kaya.
Ia adalah cermin dari cara masyarakat memahami hidup, alam, dan hubungan dengan yang tak kasat mata—dengan segala kompleksitas dan kearifan lokalnya.