SuaraJawaTengah.id - Mimpi Carmadi, warga Brebes, untuk memperbaiki hidupnya berubah menjadi mimpi buruk. Harapan untuk bekerja di kapal ikan di Spanyol dengan gaji besar malah berujung pada penipuan, pemerasan, dan eksploitasi.
Ia menjadi satu dari puluhan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan internasional yang saat ini tengah diusut Polda Jawa Tengah.
Pada Jumat, 20 Juni 2025, Carmadi datang ke kantor Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi. Ia bukan hanya membawa kisah pribadinya, tapi juga mewakili suara 83 korban lainnya yang nasibnya belum tentu seberuntung dirinya.
“Terima kasih saya sampaikan kepada Pak Gubernur dan Polda Jateng. Saya bisa pulang, tapi teman-teman saya masih banyak di sana. Nasib mereka saya tidak tahu,” ujar Carmadi dengan mata yang tampak lelah, namun tetap menyiratkan harapan.
Baca Juga:Dukungan Ekonomi Pekerja Industri Tembakau: DBHCHT Cair Jelang Lebaran dan Tahun Ajaran Baru
Janji Palsu dan Jeratan Utang
Perjalanan pahit Carmadi dimulai dari tawaran manis: bekerja sebagai anak buah kapal di Spanyol dengan gaji €3.000 atau sekitar Rp50 juta per bulan.
Namun, janji itu sirna ketika ia justru dipekerjakan sebagai pelayan restoran Cina dengan upah hanya sekitar €900, bahkan ada yang hanya €700. Kondisinya pun jauh dari layak. Ia dan korban lain diberangkatkan secara ilegal ke negara-negara seperti Spanyol, Portugal, Polandia, dan Yunani.
“Awalnya dijanjikan kerja di kapal, tapi begitu sampai malah disuruh kerja di restoran Cina. Tidak sesuai sama sekali,” tuturnya.
Untuk bisa berangkat, Carmadi dan rekan-rekannya harus membayar hingga Rp65 juta, dengan total kerugian yang diderita mencapai lebih dari Rp75 juta. Dana itu dikumpulkan dari hasil menjual harta, meminjam dari keluarga, hingga menjual tanah.
Baca Juga:Jelang Lebaran, Gubernur Jateng Pastikan THR Karyawan Dibayar Tepat Waktu
Sindikat yang Terorganisir
Menurut Polda Jateng, sindikat TPPO ini dijalankan oleh dua tersangka, KU asal Tegal dan NU dari Brebes.
Mereka merekrut korban dari berbagai daerah di Jawa Tengah dengan iming-iming pekerjaan legal di luar negeri.
Setelah tiba di negara tujuan, para korban justru diperlakukan seperti "komoditas". Mereka direkam dalam video dan dijual ke agen-agen kerja tanpa kepastian upah dan perlindungan hukum.
Barang bukti yang diamankan antara lain paspor, bukti transfer, tiket, dokumen kerja, dan percakapan digital.
Atas kejahatan ini, para pelaku dijerat dengan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Migran dan TPPO, dengan ancaman hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.