SuaraJawaTengah.id - Dibalik peran besar para kiai dalam berdakwah, ada tugas penting para sopir yang sering luput dari perhatian. Ditangan mereka bergantung keselamatan para ulama selama perjalanan.
Berturut-turut kabar duka datang dari lingkungan pondok pesantren Nahdlatul Ulama. Sejumlah kiai wafat akibat kecelakaan maut.
Ulama sepuh pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hasan, Geger, Girirejo, Magelang, KH Muhammad Solichun wafat dalam kecelakaan kendaraan di ruas tol Solo-Ngawi pada 25 Februari 2025.
Insiden tersebut juga merenggut nyawa anak dan cucu Kiai Solichun. Gus Afan Mufti Hartoni dan Ning Anisa Munafisah, serta kedua cucu beliau Ning Azmi Diva Fasicha dan Gus M Amtsal Lu’lu’.
Baca Juga:Jelang Nataru, Polisi Batasi Operasional Truk di Jateng
Kejadian ini meninggalkan duka mendalam bagi keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Falah beserta jajaran pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Tegalrejo.
Sekitar tiga bulan kemudian, kabar duka kembali datang dari lingkungan pondok pesantren. Kali ini pengasuh Pondok Pesantren Al Fadlu Wal Fadhillah, Kaliwungu, Kendal, KH Alamuddin Dimyati Rois wafat dalam kecelakaan mobil.
Kiai sekaligus anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini wafat setelah mobil yang beliau tumpangi menabrak truk di ruas tol Pemalang-Batang, pada 2 Mei 2025.
Paling baru adalah kecelakaan mobil yang ditumpangi Ketua Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pamekasan, KH Taufik Hasyim di ruas tol Pasuruan-Probolinggo, 14 Juni 2025.
Lelah Penyebab Kecelakaan
Baca Juga:Kecelakaan Maut Mobil TV One, Begini Kronologi Lengkapnya

Serupa dengan musibah terhadap Kiai Solichun dan Kiai Alamuddin, kecelakaan yang terjadi pada Kiai Taufik Hasyim, juga terjadi pada waktu dini hari. Jam rawan sopir biasanya dalam kondisi mengantuk.
Muncul keprihatinan belum adanya standar operasional yang menjadi acuan para sopir saat bertugas mengantar kiai berdakwah. Dari mulai menghindari bahaya kelelahan, hingga adanya syarat tes kesehatan berkala.
Situasi itu mendorong forum Sopir Kiai Nusantara yang mewadahi para driver kiai se-Indonesia, menggelar Bimtek dan Silaturahmi Nasional di Pondok Pesantren API Syubbanul Wathon, Girikulon, Secang.
Pertemuan ini berusaha merumuskan standar kerja bagi para sopir, agar dapat melayani kiai dengan aman dan nyaman.
“Berangkat dari keprihatinan bersama. Beberapa waktu terakhir ini banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan para kiai,” kata pengasuh Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Muhammad Yusuf Chudlori.
Menurut Gus Yusuf, saat ini hubungan sopir dengan para kiai dilandasi oleh rasa takzim yang kuat. Ketaatan itu menyebabkan sopir sungkan jika harus meminta izin istirahat di tengah perjalanan.
“Kadang pekewuh yang justru membahayakan diri. Seperti capek tapi tidak dirasakan capek. Padahal sopir nderek kiai sampai larut malam.”
Standar Kerja Sopir Kiai
![Ilustrasi sopir taksi online lakukan pelecehan seksual [Foto: ANTARA]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/04/22/50822-ilustrasi-sopir-taksi-online-lakukan-pelecehan-seksual.jpg)
Pertemuan ini nantinya menghasilkan sejumlah aturan kerja yang harus ditaati sopir dan dipahami oleh para kiai. Misal soal aturan sopir beristirahat setiap 3 jam sekali dalam perjalanan panjang.
Sopir tidak boleh memaksakan diri melanjutkan perjalanan jika merasa lelah atau mengantuk. Juga menyediakan sopir cadangan untuk kiai yang memiliki jadwal dakwah yang padat.
“Kadang nderek kiai sampai larut malam, pagi harus istirahat. Berarti harus ada sopir kedua. Nanti baru berangkat yang sore atau malam lagi. Termasuk kesehatan sopir juga harus diperhatikan,” ujar Yusuf Chudlori.
Dalam Bimtek dan Silaturahmi Nasional Sopir Kiai hadir juga para kiai muda sebagai penghubung komunikasi dengan para kiai lainnya. Sebab standar operasional sopir kiai harus atas kesepahaman kedua pihak.
“Agar ngertilah kahanan para sopir. Dari forum ini kita akan mencoba merumuskan bareng. Pergi malam acara kiai, sopir ora leren. Kita harapkan sopir ini mbok yo leren, turu. Mangsane mangkat maneh, malah durung istirahat. Tapi kiai juga harus tahu perasaannya.”
Antara Takzim dan Keselamatan
Sudah hampir 10 tahun Zakaria Ahmad, nderek nyopiri Kiai Usman Ali, pengasuh Pondok Pesantren API Al Huda di Nepak, Bulurejo, Mertoyudan. Menurut dia, masing-masing sopir harus memahami karakter para kiai yang dilayani.
Dalam kultur pondok pesantren, sopir kiai biasanya adalah orang-orang terpercaya. Mereka memiliki hubungan dekat dengan kiai karena menghabiskan banyak waktu bersama di perjalanan.
Tidak hanya dekat dengan sang kiai, sopir—sebagaimana juga para santri ndalem—juga akrab dengan keluarganya. Mereka sering dianggap sudah menjadi bagian dari keluarga inti.
Masalahnya, kedekatan itu yang justru sering membuat para sopir sungkan. Mereka kerap memaksakan diri dalam membawa kendaraan agar kiai dapat tiba di rumah atau tempat acara tepat waktu.
“Kita sering dikejar waktu. Sering ada keterbatasan waktu perjalanan dari rumah menuju lokasi pengajian. Waktunya pendek, jadi harus cepat-cepat,” kata Zakaria.
Menurut Zakaria, ada banyak penyebab sopir kelelahan dan mengantuk dalam perjalanan. Bisa karena tidak tersedia tempat istirahat yang memadai di lokasi pengajian.
“Sering juga ketika sopir sampai di lokasi, bertemu dengan teman atau panitia yang kenal. Terus mengobrol sampai tiba waktunya perjalanan kembali atau berpindah tempat. Jadi kondisi sopir belum fit lagi.”
Jembatan Komunikasi
Beruntung Kiai Usman Ali, termasuk yang pengertian pada sopir. Zakaria tidak pernah merasa sungkan untuk meminta istirahat jika diperlukan.
Soal usul kebijakan menambah sopir cadangan atau mengatur jadwal perjalanan pengajian, Zakaria sepenuhnya menyerahkan keputusan kepada masing-masing kiai.
Dia berharap Silaturahmi Nasional Sopir Kiai Nusantara bisa menjembatani komunikasi para sopir dengan kiai. Peran Gus Yusuf sebagai penyambung aspirasi para sopir kepada kiai.
“Kami sopir hanya bisa sami'na wa atho'na. Soal sopir cadangan, kita tidak memiliki wewenang soal keputusan tersebut. Harapannya dari acara ini disampaikan kepada forum kiai. Ada komunikasi lah.”
Kontributor : Angga Haksoro Ardi