SuaraJawaTengah.id - Vokalis band Letto sekaligus budayawan, Sabrang Mowo Damar Panuluh, menyuarakan kegelisahan mendalamnya terhadap kondisi bangsa yang ia sebut terjerat dalam "deadlock stupidity" atau kebuntuan kebodohan.
Setelah melakukan riset personal selama 14 tahun, ia membeberkan pandangan tajamnya yang berayun antara pesimisme dan secercah harapan yang tak terduga.
Dalam perbincangan panas di kanal YouTube Hendri Satrio Official, pria yang akrab disapa Noe Letto ini tak ragu menggunakan istilah keras untuk menggambarkan stagnasi yang menurutnya melanda Indonesia.
Baginya, ini bukan sekadar kritik sesaat, melainkan buah dari pencarian panjang yang nyaris membuatnya menyerah.
Baca Juga:Toyota Hilux Rangga, Mobil Ganteng Kelas Angkutan Barang
Riset 14 Tahun Berujung Putus Asa

Sabrang mengungkapkan bahwa perjalanannya memahami akar masalah bangsa adalah sebuah maraton intelektual dan spiritual yang menguras energi. Selama 14 tahun, ia mencoba memetakan masalah untuk menemukan jalan keluar dari kebuntuan sistemik yang ada.
Upayanya bahkan sampai pada titik keputusasaan yang mendalam. Ia mengaku sempat berkeliling ke makam-makam para wali, raja, dan leluhur nusantara selama setengah tahun hanya untuk mencari jawaban atas kebuntuan tersebut.
"Sempat putus asa karena tidak menemukan jalan keluar," aku Sabrang, menggambarkan betapa peliknya simpul masalah yang ia temukan.
Keputusasaan ini, menurutnya, muncul dari kesadaran bahwa ekosistem berbangsa di Indonesia bergerak ke arah yang terus menurun, sebuah prediksi yang telah ia sampaikan sejak sebelas tahun lalu dan kini dirasanya semakin terbukti.
Baca Juga:Waspada! Angin Kencang Berpotensi Hantam Pesisir Selatan Jawa Tengah, BMKG Ungkap Penyebabnya
Harapan dari Teknologi yang Belum Dikuasai Oligarki
Namun, di tengah awan gelap pesimisme itu, Sabrang melihat seberkas cahaya. Harapan itu, ironisnya, tidak datang dari elite politik atau sistem yang ada, melainkan dari disrupsi teknologi.
Menurutnya, kemunculan teknologi-teknologi baru yang belum sepenuhnya berada dalam genggaman dan kontrol oligarki membuka peluang masif untuk perubahan.
Teknologi ini menjadi variabel baru yang bisa mengacak-acak peta permainan yang sudah mapan dan dikuasai segelintir pihak.
"Ini seperti bumbu baru yang bisa menciptakan ribuan masakan baru," ujar Sabrang menganalogikan. Ia meyakini, inovasi yang bergerak liar di luar kendali kekuatan dominan memiliki potensi untuk membongkar stagnasi politik dan sosial, memberikan ruang bagi solusi-solusi yang sebelumnya tak terpikirkan.
Panggilan Tanggung Jawab Moral