"Jika panggilan kedua dan ketiga tidak dipenuhi maka berdasarkan KUHP bisa dilakukan upaya paksa," tegasnya.
Semangat perlawanan ini juga datang dari warga biasa. Mohammad Ari, seorang warga dari Desa Sukolilo, mengaku rela tidak bekerja hari itu demi ikut menyuarakan aspirasinya.
Ia bahkan merogoh kocek pribadi sebesar Rp14.000 untuk biaya pengiriman surat kilat ke Jakarta.
Senada dengan Ari, seorang ibu rumah tangga bernama Mariya dari Desa Gembong berharap kasus ini dapat segera dituntaskan oleh KPK.
Baca Juga:Demo Pati Berakhir Ricuh: 64 Orang Terluka Termasuk Polisi, Tak Ada Korban Jiwa
"Harus segera ditindak tegas, karena rakyat juga menginginkan pemimpin yang bebas dari korupsi," ujarnya.
Aksi pengiriman surat massal ini mendapat respons positif dari pihak Kantor Pos Pati.
Eksekutif Manager Kantor Pos Pati, Yudi Adianto, menyatakan pihaknya membuka sembilan loket pelayanan, bertambah dari lima loket pada hari biasa, untuk memastikan semua surat dapat terkirim dengan lancar.
"Kami buka sampai malam sehingga ketika dikirimkan hari ini (25/8) bisa sampai ke kantor KPK dua hingga tiga hari," ujarnya.
Baca Juga:Demo Anarkis di Pati, 11 Orang Diduga Provokator Diciduk Polisi