7 Fakta Menarik di Balik Sejarah Lagu Indonesia Raya Tiga Stanza

"Indonesia Raya", lagu kebangsaan ciptaan W.R. Supratman, terinspirasi Ki Hajar Dewantara dan pertama kali dikumandangkan di Kongres Pemuda II

Budi Arista Romadhoni
Selasa, 28 Oktober 2025 | 07:39 WIB
7 Fakta Menarik di Balik Sejarah Lagu Indonesia Raya Tiga Stanza
Ilustrasi kongres pemuda. [ChatGPT]
Baca 10 detik
  • Lagu “Indonesia Raya” ciptaan W.R. Supratman memiliki tiga stanza yang sarat makna persatuan bangsa.
  • Pertama kali dimainkan dalam Kongres Pemuda II 1928, lagu ini menjadi simbol kebangkitan nasional.
  • Kini hanya satu stanza dinyanyikan resmi, namun makna filosofisnya tetap hidup dalam semangat persatuan.

Stanza ketiga menegaskan makna kemerdekaan sejati, bahwa yang merdeka bukan hanya tanahnya, tetapi juga rakyatnya dan seluruh aspek kehidupan bangsa.

5. Sarat Makna Filosofis

Setiap baris dalam lagu ini bukan sekadar kata puitis, melainkan doa dan tekad bersama. Misalnya, kalimat “Marilah kita berseru, Indonesia bersatu” adalah seruan universal bagi semua rakyat tanpa memandang suku dan agama.

Stanza kedua menggambarkan harapan akan kemerdekaan yang membawa kebahagiaan sejati, bukan sekadar lepas dari penjajahan. Sementara stanza ketiga menekankan pentingnya menjaga kedaulatan agar kemerdekaan itu tidak hanya simbolik, tetapi benar-benar dirasakan rakyat.

Baca Juga:Momen Sumpah Pemuda, Semen Gresik Ajak Millennials Reresik Sumber Mata Air & Peduli Lingkungan

6. Mengalami Revisi dan Penyederhanaan

Ketika Republik Indonesia merdeka pada 1945, versi tiga stanza dianggap terlalu panjang untuk dinyanyikan dalam upacara resmi.

Pemerintah kemudian menetapkan hanya stanza pertama yang digunakan sebagai lagu kebangsaan, sementara dua stanza lainnya disimpan sebagai bagian dari sejarah. Meski demikian, versi lengkapnya masih dihormati dan dipelajari untuk memahami semangat asli yang melandasi lagu tersebut.

7. Simbol Kebangkitan Identitas Nasional

Indonesia Raya” bukan hanya lagu, melainkan simbol lahirnya kesadaran nasional. Dalam konteks sejarah, lagu ini menjadi alat perjuangan kultural melawan penjajahan. W. R. Supratman menulis lirik dan melodi dengan hati-hati agar tidak langsung dicurigai oleh pemerintah kolonial, namun tetap menyampaikan pesan kuat tentang kebebasan.

Baca Juga:Sumpah Pemuda dan Kisah Perdamaian Generasi Boomers-Gen Z

Ketika lagu ini dimainkan di Kongres Pemuda II, para hadirin tidak berani menyanyikannya lantang karena takut diawasi Belanda. Namun justru dari keheningan itu, tekad untuk bersatu semakin menguat.

Kini, setiap kali lagu “Indonesia Raya” dikumandangkan, kita bukan hanya menyanyikan lagu wajib upacara, melainkan mengulang janji yang diwariskan para pendiri bangsa.

Janji untuk bersatu, merdeka, dan menjaga tanah air dari segala bentuk penjajahan, baik fisik maupun mental.

Semangat itu pula yang perlu dihidupkan kembali menjelang peringatan Sumpah Pemuda 2025. Karena esensi lagu ini tidak berhenti pada melodi, tetapi pada tindakan nyata untuk membangun Indonesia yang adil dan berdaulat.

Sebagai generasi penerus, kita perlu memahami makna “Indonesia Raya” lebih dari sekadar lirik. Lagu ini adalah narasi perjuangan yang ditulis dengan darah, air mata, dan keyakinan. Mungkin W. R. Supratman tidak pernah membayangkan lagu ciptaannya akan abadi, tapi melalui “Indonesia Raya”, semangatnya terus hidup di setiap dada yang mencintai negeri ini.

Jadi, ketika kamu berdiri tegak menyanyikan “Indonesia Raya” pada upacara atau pertandingan, ingatlah: kamu sedang melanjutkan perjuangan panjang yang dimulai hampir seabad lalu perjuangan untuk tetap merdeka, bersatu, dan berdaulat sebagai bangsa Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak