- Fokus DPRD Jateng mencari solusi TPST 3R yang mampu hasilkan produk produktif bernilai ekonomi.
- DLH Bantul akui kondisi sampah kompleks; wajibkan 75 kelurahan punya fasilitas TPST 3R.
- Kunjungan ini jadi masukan penting bagi Jateng susun kebijakan daerah terkait pengurangan sampah di sumber.
SuaraJawaTengah.id - Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Tengah mengambil langkah proaktif dalam merumuskan solusi krisis sampah yang mengancam wilayah mereka.
Pada Senin (3/11/2025), rombongan Komisi D melakukan kunjungan kerja dan diskusi mendalam dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Fokus utama kunjungan tersebut adalah untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kebijakan pengelolaan sampah, khususnya pengembangan Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu berbasis Reduce, Reuse, Recycle (TPST 3R).
Pengelolaan sampah di Jawa Tengah dianggap harus segera bertransformasi dari sekadar penumpukan menjadi pemanfaatan yang bernilai ekonomi dan keberlanjutan.
Baca Juga:Program Speling Ahmad Luthfi: Inovasi Kesehatan Desa yang Siap Jadi Percontohan Nasional!
Anggota Komisi D, Andang Wahyu Triyanto, menanyakan secara spesifik efektivitas pengolahan sampah yang telah dijalankan, menyoroti hasil akhir dari proses tersebut.
“Ketika sampah diolah, apakah benar-benar menyelesaikan masalah sampah ataukah bisa menghasilkan produk yang produktif seperti pupuk, pakan ternak, dan bentuk pemanfaatan lain yang bernilai ekonomi?” tanya Andang.
Pertanyaan ini menggarisbawahi upaya Komisi D untuk memastikan bahwa kebijakan pengelolaan sampah di Jawa Tengah nantinya tidak hanya bersifat sementara, tetapi mampu menciptakan solusi permanen dengan menghasilkan produk produktif.
Sementara itu, Anggota Komisi D lainnya, Sugiarto, fokus pada aspek regulasi. Ia mempertanyakan perihal adanya kebijakan baru dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) terkait penanganan sampah yang ditujukan kepada Jawa Tengah, dan membandingkan apakah DIY juga menerima surat serupa serta bagaimana respons daerah tersebut.
Kompleksitas masalah sampah di DIY, khususnya Bantul, menjadi pelajaran berharga bagi Jawa Tengah. Sekretaris DLH Kabupaten Bantul, Rudy Suharta, mengakui bahwa wilayahnya kini menghadapi tantangan yang sangat rumit.
Baca Juga:Putra Mahkota Purboyo Umumkan Diri PB XIV, Bakal Ada Perebutan Takhta Keraton Kasunanan Surakarta?
“Di Bantul sebenarnya sekarang sedang tidak baik-baik saja terkait sampah. Sejak Oktober 2023, Gubernur DIY menyerahkan penanganan sampah ke masing-masing kabupaten/ kota. Dampaknya, tumpukan sampah mengalir ke Bantul karena letak muara sungai dan aliran limbah,” jelasnya.
Situasi di Bantul menjadi cerminan bahwa penyerahan kewenangan penanganan sampah tanpa infrastruktur yang memadai di tingkat bawah dapat memicu krisis baru.
Sebagai respons, Bantul mewajibkan 75 kelurahan di wilayahnya untuk memiliki bengkel atau fasilitas TPST 3R, bertujuan menyelesaikan pengelolaan sampah di tingkat sumbernya masing-masing.
Selain penekanan pada TPST 3R, Rudy Suharta menambahkan bahwa sejak Januari 2024, Pemerintah Kabupaten Bantul juga telah memberlakukan retribusi baru berdasarkan volume sampah, yaitu sebesar Rp 78.000 per meter kubik, untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
“Kami juga mendorong penerapan pengolahan sampah organik melalui berbagai program DLH tapi implementasinya masih perlu diperkuat di tingkat masyarakat,” tambahnya, menunjukkan bahwa edukasi dan implementasi di masyarakat tetap menjadi kunci utama.
Kunjungan ini diharapkan menjadi masukan strategis yang krusial dalam penyusunan kebijakan daerah Jawa Tengah.