- Paku Buwono XIV segera menetapkan struktur bebadan lengkap keraton sebagai langkah awal melegitimasi kekuasaan barunya.
- Raja baru melakukan konsolidasi internal intensif dan menempatkan figur kepercayaan pada jabatan strategis penting.
- Pengumuman resmi struktur kepada publik dilakukan untuk menunjukkan transparansi arah kepemimpinan keraton terkini.
Langkah politik yang paling terlihat adalah reposisi orang-orang kunci. Penyusunan ulang pejabat penting seperti Pengageng Sasana Wilapa, Pengageng Parentah Keraton, Pengageng Lungguhing Bale Mangungkung, Sasana Panti Marhenan, hingga pejabat protokoler menunjukkan bahwa Paku Buwono XIV membangun lingkaran inti yang loyal.
Penempatan figur kepercayaan merupakan praktik politik klasik untuk menjaga stabilitas. Dalam konteks keraton, loyalitas memiliki bobot yang sama penting dengan kompetensi. Dengan memilih sosok-sosok yang reputasinya kuat, kepemimpinan baru mencegah terjadinya dualisme komando dan potensi konflik internal.
Reposisi ini juga mencerminkan niat raja untuk meremajakan sebagian struktur agar lebih responsif menghadapi kebutuhan keraton di era modern.
4. Pengumuman Publik sebagai Simbol Transparansi Kekuasaan
Baca Juga:Menelisik Silsilah PB XIII dan Perebutan Takhta Keraton Solo: Siapa Paling Layak?
Tidak seperti praktik lama yang sering berjalan tertutup, Paku Buwono XIV merilis pengumuman resmi berisi daftar lengkap bebadan kepada publik. Langkah ini memiliki efek ganda: memperlihatkan legitimasi dan menegaskan arah baru kepemimpinan yang lebih terbuka terhadap masyarakat.
Pengumuman publik menjadi pesan simbolik bahwa keraton bukan sekadar institusi budaya yang hidup di ruang privat, tetapi juga lembaga publik yang memiliki peran sosial dan historis. Publik kini mengetahui siapa yang memegang jabatan apa, sehingga legitimasi tidak lagi berada di ruang abu-abu.
Selain itu, transparansi ini memperkuat kepercayaan eksternal terhadap keraton, khususnya dari kalangan pemerintahan, budayawan, dan masyarakat adat.
5. Penataan Ulang Protokoler dan Administrasi Keraton
Setelah struktur formal diumumkan, langkah berikutnya adalah menertibkan tata administrasi internal. Keraton memiliki tradisi protokoler yang ketat, mulai dari urutan gelar, tata upacara, pakaian resmi, hingga kehadiran pejabat dalam ritual adat.
Baca Juga:9 Babak yang Mengurai Konflik Suksesi Keraton Kasunanan Surakarta Setelah Wafatnya PB XIII
Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi beberapa disharmoni terkait protokoler yang menyebabkan perbedaan tafsir antara kelompok internal. Paku Buwono XIV bergerak cepat untuk mengakhiri ambiguitas tersebut. Dengan merapikan kembali sistem administrasi dan protokoler, keraton kini memiliki pedoman yang lebih presisi dan tidak memicu perbedaan persepsi.
Penataan ini penting agar keraton mampu menjalankan fungsi budaya secara konsisten, terutama pada upacara besar seperti Tingalan Jumenengan, Sekaten, dan wilujengan kerajaan.
6. Menyiapkan Arah Kebijakan Keraton untuk Periode Mendatang
Manuver terakhir tidak selalu terlihat secara langsung, namun dapat dibaca dari pola keputusan yang diambil. Paku Buwono XIV tampaknya menyiapkan arah baru kepemimpinan dengan tiga fokus utama.
Pertama, merapikan tata kelola internal agar keraton lebih siap menghadapi tantangan modern. Kedua, menguatkan peran budaya keraton sebagai pusat identitas Jawa di Surakarta. Ketiga, membangun relasi yang lebih konstruktif dengan pemerintah daerah, akademisi, dan komunitas budaya.
Kebijakan ini mencerminkan visi jangka panjang, yaitu menjadikan Keraton Solo tidak hanya sebagai simbol sejarah, tetapi sebagai institusi budaya yang relevan, terorganisir, dan terbuka.