Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha
Minggu, 27 Oktober 2019 | 13:20 WIB
Mantan preman, Indra Baskoro, mengaji di Masjid Al Fath, Bibis Wetan, Gilingan, Banjarsari, Solo. [Solopos/Nicolous Irawan]

SuaraJawaTengah.id - Indra Baskoro alias Tumpi, lelaki berusia 32, merupakan mantan preman di Gilingan, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, yang kini menjadi penjaga kiai.

Pria yang separuh wajahnya dipenuhi tato itu memilih berhijrah dan meninggalkan kehidupan jalanan yang puluhan tahun dijalaninya.

Indra baskoro merupakan pria lulusan sekolah dasar (SD) yang enggan melanjutkan pendidikan dan memilih hidup di jalanan.

Terpaan kehidupan di jalanan membuat ia sulit mengendalikan emosinya. Hingga akhirnya, saat menginjak kelas delapan sekolah menengah pertama (SMP) ia dikeluarkan dari karena memukul gurunya.

Baca Juga: Sebelum Bunuh Anak, Putri Sering Ribut dengan Suami yang Mantan Preman

Sejak saat itu, Tumpi mengaku pernah bersahabat dengan minuman keras (miras) dan pil koplo. Dalam sehari, minimal sepuluh butir pil koplo ia konsumsi.

Sekitar tiga tahun lalu, bapak empat anak itu mulai menato hampir seluruh bagian tubuhnya. Hal itu dilakukan untuk menambah keberanian atau sekadar menggertak pemuda di sekitarnya.

“Biar terlihat garang saja ketika saya menato wajah saya, orang lain jadi takut,” ujar Tumpi kepada Solopos.com--jaringan Suara.com, Minggu (27/10/2019).

Tubuh penuh tato membuat Tumpi semakin liar. Dia hampir tidak pernah lepas dari perkelahian. Dia beberapa kali menjadi buron polisi, hingga akhirnya pernah sekali tertangkap aparat Polsek Banjarsari karena membuat onar seusai minum miras jenis ciu.

Suara azan dari masjid di depan rumahnya pun tak dipedulikan selama Tumpi hidup di dunia gelap sekitar 20-an tahun.

Baca Juga: Prajurit TNI Dipukul Preman Pakai Linggis saat Belanja di Pasar Sukaramai

Berulang kali Tumpi menyebut hatinya telah beku. Dia hanya tahu cara minum miras, mengonsumsi pil koplo, dan menghajar orang dengan tangan kekarnya.

“Bulan lalu entah kenapa saya benar-benar merasa jenuh. Saya merenung apakah suatu saat nanti saya akan mati di jalanan pula dalam keadaan tidak mengingat pencipta saya?” terang Tumpi.

“Apakah dosa-dosa kepada orang tua saya selama ini dapat diampuni pula? Hingga akhirnya, saya memberanikan diri bertemu dengan Kepala Satuan Koordinator Rayon (Kasat Koryon) Banser Banjarsari, Ustaz Sigit Setiawan untuk meminta bimbingan,” ujarnya.

Tumpi lantas memantapkan diri untuk benar-benar kembali ke jalan Allah. Selang beberapa lama, ia mengetahui Banser Kota Solo akan menggelar Pendidikan Latihan Dasar (Diklatsar). Ia pun mendaftar untuk bergabung bersama para penjaga kiai itu.

Selama tiga hari Tumpi ditempa dengan wawasan kebangsaan dan berbagai ajaran agama. Air matanya tak terbendung mengetahui keindahan Islam yang tidak ia pedulikan lebih dari separuh hidupnya. Kini ia berprinsip meninggalkan masa lalunya dan berjuang di jalan Allah.

Tumpi mengaku belum menguasai cara salat dan sama sekali tidak bisa membaca Alquran. Namun, ia bertekad untuk memperbaiki diri menjadi sosok manusia yang berguna bagi sesama. Bukan ditakuti karena tato di wajahnya.

“Saya besar di jalanan, kini tugas saya mengajak teman-teman saya di jalanan untuk bertobat memohon ampunan Allah,” ujarnya.

Kini, Indra Baskoro telah resmi menjadi anggota Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser) Kota Solo. Dia pun rajin ke Masjid Al-Fath di Bibis Wetan, Gilingan, Banjarsari, Kota Solo yang berada persis di depan rumahnya untuk beribadah.

Kasat Koryon Banser Banjarsari, Ustaz Sigit Setiawan, menjelaskan ia telah mengenal Indra Baskoro sejak ia kecil yang memang sulit diatur.

Ia mengaku sangat bersyukur ketika Indra Baskoro ingin benar-benar bertobat dan mempelajari ilmu agama secara benar. Kini ia bertanggung jawab membimbing Indra Baskoro menjalankan syariat Islam dengan benar.

Load More