Budi Arista Romadhoni
Senin, 05 Oktober 2020 | 10:00 WIB
Pilkada Kota Semarang Calon Tunggal, Sepi Baliho, Sepi Kegiatan
Ilustrasi pilkada serentak 2020. [Suara.com/Eko Faizin]

APK berupa umbul-umbul paling banyak 10 buah setiap paslon untuk setiap kecamatan; dan sebuah spanduk setiap paslon untuk setiap desa/kelurahan. Dalam pengadaan APK ini, PKPU membolehkan paslon membuat sendiri paling banyak 200 persen dari jumlah tersebut.

Terlalu PD?

Apakah kurang semaraknya pesta demokrasi 5 tahunan ini karena hanya terdapat satu paslon, imbas dari pandemi COVID-19, atau calon tunggal merasa terlalu percaya diri (PD) bakal menang atas kolom kosong yang tidak bergambar (kotak kosong)?

Apalagi, yang tampil adalah paslon petahana yang lebih dari 4 tahun ini dikenal oleh masyarakat setempat sehingga tidak perlu gencar berkampanye.

Bahkan, Ketua Tim Pemenangan Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Semarang Kadarlusman mengatakan bahwa pihaknya tidak melibatkan juru kampanye tingkat nasional untuk memenangkan pasangan Hendi-Ita dalam kampanye Pilkada 2020.

"Untuk juru kampanye, hanya dari tingkat lokal di Semarang," kata Kadarlusman di Semarang, Rabu (23/9), sebagaimana disiarkan ANTARA.

Hal tersebut, kata dia, sesuai dengan strategi kampanye Hendi-Ita yang tanpa lawan di pilkada ini, atau strateginya tidak seperti saat kalau ada lawan.

Kendati lawan kotak kosong, Kadarlusman yang juga Ketua DPRD Kota Semarang mengatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan strategi kampanye selama 71 hari ini dengan tetap mematuhi protokol kesehatan yang berlaku.

Sebelum memasuki masa kampanye, Rabu (23/9), Calon Wali Kota Semarang Hendi yang juga politikus PDIP menyatakan bahwa pihaknya akan menyiapkan semaksimal, termasuk kampanye virtual melalui aplikasi Zoom.

Baca Juga: Donald Trump Positif Covid, Hotman: Ambil Hikmahnya, Apa Pilkada Lanjut?

"Minimal satu kali akan digelar kampanye akbar secara virtual agar bisa diikuti masyarakat dari rumah," kata Hendi, seperti dikutip ANTARA.

Meski pasangan ini berpeluang besar memenangi pilkada, menurut peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Mahaddhika, tidak menutup kemungkinan paslon tunggal kalah sebagaimana terjadi pada Pilwakot Makassar 2018.

Namun, kata analis politik dari Universitas Diponegoro Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin., kemenangan paslon atas kotak kosong bergantung pada konteks dan faktor historinya munculnya calon tunggal.

Pada Pemilihan Wali Kota/Wakil Wali Kota Makassar 2018, semula dua peserta pilkada, menjadi satu pasangan calon karena satu kontestan didiskualifikasi.

Pasangan Munafri Arifuddin dan Andi Rahmatika Dewi pada Pilwakot Makassar meraih 46,77 persen, atau kalah dengan kotak kosong yang persentasenya mencapai 53,23 persen dari total suara sah.

Pilwakot Makassar 2018, kata Teguh Yuwono, situasinya berbeda dengan Pilwakot Semarang 2020. Apalagi, pasangan Hendi-Ita diusung sembilan partai penghuni DPRD Kota Semarang dan lima partai nonparlemen sebagai pendukungnya.

Load More