Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 07 Oktober 2020 | 18:41 WIB
Ketika massa aksi ditangkap oleh polisi (Suara.com/Dafi Yusuf) 

SuaraJawaTengah.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang memprotes langkah aparat kepolisian di Kota Semarang yang menghalangi kerja jurnalis saat meliput aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja pada Rabu 7 Oktober 2020. 

Berdasarkan catatan AJI Kota Semarang, aparat kepolisian menghalangi kerja jurnalis saat meliput demonstrasi di kantor DPRD Jateng jalan Pahlawan Kota Semarang. 

"Saat itu polisi bersikap intimidatif dan melarang jurnalis merekam aksi demonstrasi," Kata Ketua AJI Semarang Edi Faisol kepada awak media, Rabu (7/10/2020). 

Ia menambahkan, tindakan represif tersebut berupa memaksa wartawan untuk menghapus sejumlah file gambar dalam bentuk video maupun foto yang diambil wartawan.

Baca Juga: Menaker Sebut PHK Diatur, Tak Dilakukan Secara Semena-mena

"Polisi meminta file berupa gambar dan vidio secara paksa," ujarnya. 

Saat itu demonstrasi berakhir rusuh, sedangkan aparat polisi bertindak keras terhadap para demonstran dengan cara memukul, menendang, bahkan merusak telepon genggam serta menangkap peserta aksi. 

AJI Semarang menilai sikap aparat kepolisian itu melanggar undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, khususnya dalam Pasal 18 yang menyebut, setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta.

Menurut edi, ada jurnalis yang melapor ke AJI Semarang, Praditya Wibi dari serat.id mengaku diminta oleh polisi untuk tidak mengambil gambar dan menghapus video saat liputan. 

"Tak menutup kemungkinan perlakuan polisi itu juga dialami oleh jurnalis lain," ucapnya. 

Baca Juga: Aksi Tolak Omnibus Law di Semarang, Gedung DPRD Jateng Dihujani Batu

Menurutnya, langkah itu sangat mencoreng intitusi kepolisian yang seharusnya melindungi publik. Langkah aparat kepolisian itu sangat keliru karena tak profesional dalam menjalankan tugas sebagai aparat yang seharusnya mengayomi dan mejaga keamanan sipil. 

"Polisi tak memahami produk hukum yang seharusnya ditegakkan bukan justru melanggar," imbuhnya. 

Koordinatur Geram, Arif Afruloh menyanyangkan tindakan represif polisi, banyak massa aksi yang dipukuli dan ditendang. Bahkan tak sedikit masa aksi yang turut ditangkap oleh polisi. 

"Banyak yang dipukuli dan ditendangi," imbuhnya. 

Kontributor : Dafi Yusuf

Load More