Budi Arista Romadhoni
Kamis, 08 Oktober 2020 | 19:05 WIB
Ilustrasi bunuh diri. (Shutterstock)

Sebuah studi pada tahun 2012 dalam American Journal Public Health mengungkapkan, cyberbullying dan  pelecehan di dunia maya menjadi alasan meningkatnya risiko tindak bunuh diri ini.

Peneliti menemukan, korban cyberbullying dilaporkan dua kali lebih mungkin mencoba bunuh diri ketimbang mereka yang bukan korban. Sementara untuk para pelaku kemungkinanya sebesar 1,5 kali lebih tinggi dibanding korban atau bukan pelaku.

Studi lainnya yang diterbitkan dalam Journal of Abnormal Psychology mengemukakan, meningkatnya angka depresi remaja di Amerika Serikat hingga lebih dari 60 persen pada 2009-2017 salah satunya dipicu media sosial.

Depresi sendiri, pada tahap berat salah satunya ditandai ada upaya bunuh diri, kata psikiater Asosiasi Psikiatri Indonesia wilayah DKI Jakarta, Dr. Eva Suryani.

Dari sisi pemberitaan, Burke menyarankan adanya elemen informasi pencegahan yakni pilihan penanganan, layanan hotline bunuh diri, penjelasan bagaimana orang bisa membantu, atau kisah seseorang yang berhasil mengatasi pikiran bunuh diri.

Dia juga menekankan penulisan artikel menggunakan bahasa yang lebih aman ketimbang sensasional untuk mengurangi kemungkinan "penularan" perilaku bunuh diri.

Menurut Burke, pemberitaan yang menerapkan pedoman semacam ini justru bisa meningkatkan interaksi di Facebook. Dia mencatat adanya peluang kenaikkan jumlah re-share sebesar 19 persen untuk setiap panduan yang diikuti.

Hal senada juga diungkapkan Benny yang berlatarbelakang pendidikan psikologi. Dia merekomendasikan adanya informasi faktor bunuh diri yang kompleks, disertai pendapat para ahli terkait kasus bunuh diri yang diangkat, paparan yang mematahkan mitos bunuh diri dan stigma negatif seputar gangguan kesehatan mental.  

"Informasi yang melindungi pembaca dari upaya bunuh diri. Selalu tentang edukasi bunuh diri tidak selalu disebabkan faktor tunggal misalnya, cara mencegahnya," kata dia.

Baca Juga: Mahasiswa Kerjakan Tugas saat Demo, Netizen: Amanah Rakyat dan Orangtua

Sebaliknya, Benny tidak menyarankan paparan informasi teknis seseorang melakukan bunuh diri, melabeli bunuh diri dengan hal supernatural dan penggambaran yang meremehkan gangguan jiwa.

Sementara dari sisi media sosial, Head of Safety Instagram, Vaishnavi J, mengatakan, pengguna bisa memanfaatkan sejumlah fitur yang tersedia untuk mencegah kecemasan atau perundungan hingga pencegahan tindak bunuh diri.

Di Instagram sendiri, sudah ada fitur-fitur semacam ini antara lain fitur Batasi, Senyap, kontrol komentar dan fitur pelaporan untuk membantu menghubungi  pihak otoritas jika mengetahui seseorang melakukan tindak yang membahayakan dirinya dan orang lain.

"Saat seseorang melihat unggahan bunuh diri, kami punya tim global 24/7 yang mempioritaskan laporan yang serius termasuk bunuh diri. Kami dorong pengguna menghubungi layanan hotline kami. Opsi laporan untuk mempermudah pelaporan sehingga kami bisa mudah membantu memberi pertolongan," demikian tutur Vaishnavi.

Antara

Load More