SuaraJawaTengah.id - Setiap kali perayaan Natal kian dekat, kita akan melihat beragam dekorasi dengan warna merah dan hijau yang menghiasi berbagai tempat, mulai dari mal, kantor, hingga rumah. Tak hanya pohon Natal dan aneka hiasannya, acara-acara Natal pun seringkali membuat dress code menggunakan dua warna tersebut. Sebenarnya, ada apa di balik filosofi warna merah dan hijau saat Natal ini?
Tentu bukan tanpa sebab kedua warna ini jadi ciri khas Natal. Ternyata skema warna itu telah dikaitkan dengan liburan musim dingin selama berabad-abad.
Setiap hari libur besar memiliki skema warna klasik. Seperti dekorasi Halloween umumnya berwarna oranye dan hitam. Hari Valentine terkenal dengan warna merah, putih, dan merah jambu. Juga setiap tahun menjelang Natal, di berbagai belahan dunia seakan bersinar dengan warna merah dan hijau.
Perayaan Natal dengan nuansa merah dan hijau juga ternyata telah berlangsung selama ratusan tahun. Dikisahkan sejak orang Celtic kuno memuja tanaman holly berwarna merah dan hijau. Berdasarkan kepercayaan mereka, tanaman holly dimaksudkan untuk menjaga Bumi tetap indah selama musim dingin.
Jadi ketika orang Celtic Kuno dan budaya lain merayakan musim dingin, mereka menghiasi rumah mereka dengan holly untuk memberikan perlindungan dan keberuntungan bagi keluarganya di tahun mendatang.
Tradisi memasangkan dekorasi merah dan hijau berlanjut hingga abad ke-14 ketika warna digunakan untuk mengecat layar rood abad pertengahan, yang merupakan partisi yang dipasang di gereja untuk memisahkan jemaat dari pendeta dan altar.
Dr. Spike Bucklow, seorang ilmuwan peneliti di Universitas Cambridge, berspekulasi bahwa kebiasaan itu memengaruhi orang Victoria dalam mengasosiasikan warna dengan batas yang berbeda, sekaligus untuk menandai akhir tahun dan awal yang baru pada hari Natal.
Terlepas dari tradisi keagamaan, ternyata orang yang mengukuhkan warna merah dan hijau sebagai warna Natal adalah Haddon Sundblom. Dikutip dari Reader's Digest, Sunbdblom merupakan orang yang dipekerjakan Coca-Cola menggambar Sinterklas untuk iklan perusahaan.
Sampai saat itu, penampilan artistik Sinterklas tidak pernah konsisten. Sinterklas biasanya digambarkan dalam bentuk pria yang tampak kurus dengan jubah bervariasi antara biru, hijau, dan merah. Namun Sundblom memilih untuk membuatnya gemuk dan periang, mengenakan jubah merah. Arielle Eckstut, salah satu penulis Secret Language of Color, keputusan kreatif itu membawa semua perbedaan. Tentu saja, iklan tersebut semakin populer dan orang-orang mulai mengenal Santa Sundblom sebagai 'ang asli'.
Baca Juga: Natal di Tengah Pandemi, Gereja di Semarang Dihias dengan Patung Covid-19
"Itu memperkuat dalam imajinasi kami, merah jubah Santa dengan hijau pohon cemara dan holly dan poinsettia yang sudah kami pikirkan," katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Ini Deretan Kesiapan Tol Semarang-Solo Sambut Lonjakan Pengguna Jalan Akhir Tahun
-
UMKM Malessa Tumbuh Pesat, Serap Tenaga Kerja dan Perluas Pasar
-
PKL Semarang Naik Kelas! Kini Punya Manajer Keuangan Canggih di Fitur Aplikasi Bank Raya
-
5 Mobil Bekas Rp50 Jutaan Terbaik 2025: Dari MPV Keluarga Sampai Sedan Nyaman
-
P! Coffee dan BRI Ajak Anak Muda Semarang Lari Bareng, Kenalkan Literasi Finansial