Budi Arista Romadhoni
Selasa, 26 Januari 2021 | 11:28 WIB
Warga melakukan ritual merawat sendang Kedawung Magelang, Selasa (26/1/2021). (Suara.com/Angga Haksoro)

“Sebelum air diambil, dibuka dulu sebagai pengiring kendi itu ada tarian Pawitra. Pawitra itu penyucian. Ini mengingatkan bahwa air itu selain juga sebagai simbol kehidupan untuk minum dan makan juga dipakai sebagai sarana penyucian,” kata Gepeng Nugroho.

Tiba di lokasi Sendang Kedawung, kembali digelar tarian yang menceritakan fungsi penting mata air ini dulu bagi warga. Air lalu diwadahi kendi-kendi untuk kembali diarak menuju pusat prosesi di lapangan tengah Dusun Dawung.

Di lapangan tengah, banyu sendang dicampur dengan air biasa yang telah disiapkan dalam wadah-wadah besar. Setelah kembali tarian Pawitra dipertunjukan, aba-aba dari sesepuh dusun menandai dimulainya perang air.

Suasana berubah riuh. Warga saling siram dan melempar air yang disertai gelak tawa riang. Tidak ada marah dan benci yang muncul saat prosesi ini berlangsung.

“Dalam acara ini justru semakin banyak orang diserang, semakin ada kegembiraan yang luar biasa. Filosofinya, betapa indah kehidupan itu ketika dalam interaksi sosial penuh dengan rasa maaf dan keakraban. Itu kasarannya, kita mau pisuh-pisuhan saja asik. Tidak sakit hati.”  

Menurut Gepeng Nugroho, perlahan warga mulai memahami maksud ritual budaya Bajong Banyu. Meski pada awalnya tudingan miring warga mengira ritual ini bermaksud klenik.     

“Ya muncul nyinyiran musrik dan lain-lain. Masyarakat yang berfikir seperti itu kami dekati. Kami mempertanggung jawabkan yang secara visual kami lakukan. Apa yang secara kegiatan kami lakukan,” kata Gepeng Nugroho.

Sekarang warga mulai tergerak ikut menjaga kelestarian Sendang Kedawung. Mereka mulai merasakan manfaat sendang bukan hanya dari sisi lingkungan, namun juga ekonomi melalui wisata.

“Itu yang melatarbelakangi saya pingin kemudian mengemas bahwa kemudian ada daya tarik. Harapan saya sederhana, masyarakat biar kemudian handarbeni atau merasa memiliki Sendang Kedawung.”   

Baca Juga: Disuntik Vaksin, Bupati Rembang Abdul Hafidz: Lebih Sakit Ditampar Istri

Tahun lalu ritual tradisi Bajong Banyu ditiadakan. Pandemi Covid-19 tidak memungkinkan pelaksanaan acara yang berpotensi menyebabkan kerumunan. Tahun ini Gepeng Nugroho berharap situasi berangsur normal, sehingga acara dapat kembali digelar.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More