Budi Arista Romadhoni
Senin, 01 Februari 2021 | 08:02 WIB
Petani Tembakau. (Dok Ist)

SuaraJawaTengah.id - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai aturan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok mengancam masa depan petani tembakau.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI, Agus Parmuji mengatakan, kenaikan cukai akan menyebabkan merosotnya jumlah serapan hasil panen tembakau oleh industri rokok.  

Kenaikan cukai akan menambah biaya modal industri rokok yang berujung pada pengurangan jumlah produksi. Pengurangan produksi otomatis akan menekan jumlah pembelian bahan baku tembakau dari petani.  

“Instrumen cukai bukan hanya pada pengendalian, tapi bagaimana dampak eksistensi ekonomi di arus bawah. Perekonomian tembakau nantinya akan rontok jika tidak diperhatikan oleh pemerintah. Itu akan terjadi. Tahun 2020 kemarin sudah terjadi,” kata Agus Parmuji saat dihubungi SuaraJawaTengah.id, Senin (1/2/2021).

Baca Juga: Edarkan 27 Paket Tembakau Sintetis, Warga Banyumas Ditangkap Polisi

Menurut Agus Parmuji, perekonomian petani tembakau belum pulih akibat kenaikan cukai rokok di awal tahun 2020. Kenaikan cukai menyebabkan melambatnya pembelian tembakau oleh industri rokok. 

Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, jumlah produksi rokok hinggaNovember 2020 turun sekitar 10,2 persen.

“Tahun 2020 pemerintah tetap memaksakan (menaikan cukai) yang terjadi pelemahan dan pelambatan pembelian tembakau di tingkat sentra pertembakauan di semua daerah,” ujar Agus.

Dia berharap kejadian serupa tidak terulang di tahun 2021. Apalagi pada masa pandemi Covid-19, kondisi perekonomian petani tembakau sudah cukup tertekan. “Pandemi masih membungkus negeri kita. Rencana menaikan cukai tidak tepat untuk saat ini.”

Agus kecewa pemerintah hanya mengakomodir tidak menaikan cukai untuk produksi rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT). Alasannya produksi rokok jenis SKT dianggap lebih banyak menyerap tenaga kerja.

Baca Juga: Kenaikan Cukai Rokok Tak Cukup Jadi Solusi

Padahal volume penjualan rokok jenis sigaret kretek mesin jauh lebih banyak dibandingkan rokok jenis SKT. Sehingga jumlah pembelian tembakau untuk produksi rokok SKM, otomatis lebih banyak dibanding rokok jenis SKT.

“Pemerintah hanya mengakomodir SKT tidak dinaikan karena (dianggap) padat tenaga kerja. Padahal padat penyerapan tembakau ada di sigaret kretek mesin. SKM ini padat penyerapan bahan baku, yang di situ ada banyak tenaga kerja terlibat di pertanian tembakau. Keputusan ini mengabaikan kebenaran.”

Menurut Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI, Agus Parmuji, ada lebih dari 3 juta anggotanya yang menggantungkan hidup dari bertani tembakau. Pada Februari hingga Maret banyak diantara mereka yang mulai menyemai bibit dan mengolah lahan.   

“Sekitar 3 juta anggota kami, semua nanti akan terdampak. Kalau dengan buruh taninya, jumlah mereka bisa berjuta-juta. Bulan Februari kemudian Maret sudah mulai pencangkulan. Mulai ada kuli angkut pupuk, jasa transportasi. Ini akan terkendala dengan aturan pemerintah sekarang ini,” kata Agus.

Kata Agus, pemerintah tidak melihat kenaikan cukai rokok berhubungan dengan petani tembakau. Padahal kenyataanya, penjualan panen tembakau sampai saat ini masih bergantung pada industri rokok nasional baik jenis sigaret kretek tangan maupun sigaret kretek mesin.

“Dampak dari kebijakan cukai ini akan menghantam petani tembakau. Pemerintah bilang: ‘kami mengendalikan produksinya di industri dan kami membiarkan petani menanam tembakau’. Tapi tidak (sederhana) begitu. Ketika produksi (rokok) dikendalikan, penyerapan (tembakau) akan terdampak.

Pada 10 Desember 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5 persen. Kenaikan tarif berlaku sejak 1 Februari 2021.

Pabrik yang memproduksi rokok jenis sigaret putih mesin (SPM) golongan I dikenakan kenaikan tarif cukai sebesar 18,4 persen, SPM golongan IIA 16,5 persen, dan SPM golongan IIB naik sebesar 18,1 persen.

Kemudian tarif cukai sigaret kretek mesin (SKM) golongan I naik sebesar 16,9 persen, SKM golongan IIA naik 13,8 persen, dan SKM golongan IIB naik 15,4 persen.

Industri rokok jenis sigaret kretek tangan (SKT) tidak dikenai kenaikan tarif cukai. Hal itu mempertimbangkan bahwa industri SKT adalah yang menyerap tenaga kerja terbesar dibandingkan indsutri rokok jenis lainnya.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More