Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 05 Februari 2021 | 17:01 WIB
Juru kunci menjamasi keris Mbah Kuntjung menjelang perayaan imlek 2572 di Klenteng Boen Tek Bio Banyumas, Jumat (5/2/2021). (Suara.com/Anang Firmansyah)

SuaraJawaTengah.id - Suasana sepi tak seperti biasanya menjelang Tahun Baru Imlek menjadi pemandangan langka di Klenteng Boen Tek Bio Banyumas, Jumat (5/2/2021).

Tahun sebelumnya, saat belum ada pandemi, umat yang membersihkan patung dalam ritual pembersihan patung jumlahnya sampai puluhan jelang imlek. Berbeda dengan tahun ini, jumlahnya hanya belasan saja yang membersihkan di Klenteng Boen Tek Bio.

Memandikan rupang dimaknai menjadi bentuk bakti pada para dewa. Di Klenteng Boen Tek Bio Banyumas, memandikan rupang dilakukan 10 hari sebelum Imlek sesuai prediksi hari baik. Terdapat 40 rupang yang dimandikan di Klenteng Boen Tek Bio Banyumas.

Humas Klenteng Boen Tek Bio Banyumas, Sobita Nanda menjelaskan pandemi membuat semuanya berubah. Termasuk dalam agenda penyucian patung ini.

Baca Juga: Perajin: Pelanggan Boro-boro Mikirin Kue Keranjang, Buat Makan Aja Bingung

"Kan kalau sekarang tidak boleh berkerumun, jadi kita batasi orangnya yang bersih-bersih. Lihat sendiri kan jumlahnya ga sebanyak tahun lalu," katanya saat ditemui, Jumat (5/2/2021).

Tak hanya sekedar patung atau rupang yang dibersihkan, Selain patung dewa juga di jamas juga tiga pusaka keris yan merupakan peninggalan dari Mbah Kuntjung.

"Keris peninggalan Mbah Kuntjung ini sudah ada di altar sejak 30 tahun lalu. Jenis kerisnya ada Sapujagad lalu Brojol terus yang terakhir Mbah Kuntjung," jelasnya.

Mbah Kuntjung adalah satu diantara altar dari para suci kejawen yang dihormati oleh warga keturunan Tionghoa di Banyumas.

"Beliau adalah tokoh dari Banyumas pernah hidup beberapa ratus tahun yang lalu. Pertama kali di sembahyangkan di klenteng sini tahun 1996. Sebelumnya ditaruh di tempat ketua klenteng pada saat itu," katanya.

Baca Juga: Imlek di Tengah Covid-19, Kemenag Minta Umat Konghucu Tangsel Ibadah Daring

Sobita mengisahkan pada tahun 1996 pernah ada tokoh kebatinan yang berkomunikasi dengan Mbah Kuntjung. Masyarakat keturunan Tionghoa yang hidup di Banyumas menyakini Mbah Kuntjung menjadi sosok pengayom masyarakat sekitar yang pernah hidup pada ratusan tahun lalu.

"Beliau kemudian menyampaikan bahwa dirinya lebih dikenal dengan sebutan Mbah Kuntjung. Selama ini Mbah Kuntjung membantu kongcho hot tek teng shin memberikan kesembuhan atau pertolongan kepada orang-orang yang sembahyang disini," terangnya.

Kepada juru kunci saat itu, Mbah Kuntjung berkenan jika pengurus memberikan penghormatan kepada sosoknya. Kemudian dari pengurus saat itu Mbah Kuntjung dibuatkan altar khusus yang hormati hingga saat ini dan berisi tiga buah pusaka berwujud keris.

"Khusus untuk altar Mbah Kuntjung, yang diperkenankan untuk menjamasi adalah juru kunci yang sudah ditunjuk. Sehingga memang kita tidak ada yang berani untuk membersihkan atau menjamasi pusakanya Mbah Kuntjung" lanjutnya.

Namun berbeda dengan patung lainnya, Mbah Kuntjung tidak berkenan jika diberikan sesembahan berupa daging. Sajian Mbah Kuntjung cukup dengan buah-buahan dan jajanan pasar. Serta tidak mau diberi minuman beralkohol.

"Mbah Kuntjung itu sebagai figur sendiri, sedang keris adalah sebagai pamor atau kharisma. Memang dia itu asli kejawen. Makanya kalau kita lihat kan ritualnya pakai dupa hitam. Kemudian sajiannya jajanan pasar. Itu yang membedakan dengan altar lain," ujarnya.

Terkait dengan Tahun Baru Imlek 2572 yang bertepatan dengan Tahun Kerbau Logam, Sobita mengaku sebagai tahun untuk bekerja keras.

"Semoga ini menginspirasi kita semua untuk mengejar ketertinggalan kita selama satu tahun. Baik secara ekonomi maupun kehidupan sosial. Karena mengalami keterpurukan," pungkasnya. (Anang Firmansyah)

Kontributor : Anang Firmansyah

Load More