Budi Arista Romadhoni
Selasa, 16 Februari 2021 | 13:31 WIB
Presiden Joko Widodo saat bersama Din Syamsuddin di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/10). (Istimewa)

SuaraJawaTengah.id - Din Syamsuddin dianggap sebagai tokoh radikal yang membenci pemerintah Indonesia. Hal itu terjadi di kegiatan Din Syamsuddin belakangan terakhir. 

Munculnya anggapan Din Syamsuddin selaku Dosen UIN Syarif Hidayatullah itu karena dilaporkan kelompok yang mengatasnamakan Gerakan Anti Radikalisme Alumni ITB (GAR ITB). Din dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dengan dugaan radikal.

Dilansir dari Hops.id media jaringan Suara.com, Akademisi Universitas Indonesia (UI) Ade Armando angkat bicara, GAR ITB sejauh ini tak pernah menyematkan istilah radikal pada Din, yang merupakan anggota Majelis Wali Amanat ITB. Akan tetapi, menurut dia, penting untuk menilai apakah Din layak dikategorikan radikal atau tidak.

“Karena ini berdampak serius dalam proses perang dalam melawan kaum Islamis radikal di Indonesia,” katanya dikutip Cokro TV, Selasa (16/2/2021).

Kata Ade, belakangan memang dia melihat banyak pihak yang bersimpati padanya. Namun Ade menilai, itu karena banyak pihak yang tak mengikuti jejak Din beberapa tahun terakhir.

Menurut Ade, dulu Din memang merupakan tokoh muslim moderat yang acap menjembatani antar umat beragama.

“Namun kebencian Din pada pemerintah saat ini membuatnya membabi buta. Dia bukan lagi kritis ke pemerintah, tapi sudah pada tahap menyebar kebencian dan berusaha memecah belah bangsa,” katanya.

Dia lantas mencontohkan pada (5/2/2020) lalu, Din menyebar surat kepada publik seolah ditujukan kepada Presiden Jokowi. Surat itu di dalamnya berisi menyebarkan tuduhan bahwa ada teror terhadap lambang simbol, dan pemuka Islam.

Dia menuduh ada rentetan tindak kekerasan penganiayaan, hingga pembunuhan ulama, imam, dai, tokoh agama.

Baca Juga: Din Syamsuddin Dituding Radikal, MUI: Tuduhan Keji dan Kebodohan

“Din juga mengancam jika dibiarkan tidak mustahil ulama akan kehilangan sabar untuk menegakkan hukum dengan cara sendiri. Kalau itu bicara pakai fakta, kita tentu akan mendukung Din. Tapi masalahnya dia cuma asal bicara,” katanya.

Lebih jauh, Ade kemudian menganggap jika kebohongan macam itu akan bisa menumbuhkan perpecahan bangsa.

Kekacauan pikiran Din, kata Ade, juga terlihat dalam beberapa peristiwa serius lainya.

“Pada 2019, Din berkomentar pedas terhadap MK yang menolak gugatan kubu Prabowo untuk membatalkan hasil pilpres 2019.”

“Ketika itu Din tiba-tiba menyatakan ada ketidakjujuran dan ketidakadilan dalam proses pengadilan di MK yang memutus sengketa Pilpres. Banyak fakta dan dalil hukum yang didalami katanya,” kata dia.

Di saat pandemi, Din juga dianggap serampangan mengkritik konser amal secara virtual yang digelar BPIP dalam rangka pengumpulan amal dana untuk membantu korban corona. Menurut dia konser itu adalah bukti bahwa pemerintah bergembira di atas penderitaan rakyat.

Load More