Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 17 Februari 2021 | 07:33 WIB
Keadaan rumah warga di Tambaklorok pesisir Kota Semarang yang terus mengalami penurunan tanah (Suara.com/Dafi Yusuf)

"Dari akuifer tertekan dapat menyebabkan terjadinya amblesan tanah (land subsidence)," jelasnya.

Menurutnya, amblesan tanah berdampak pada peningkatan risiko banjir. Banjir yang dimaksud adalah bajir lokal akibat curah hujan di satu lokasi melebihi kapasitas sistem drainase yang ada.

"Yang kedua yaitu banjir rob yang terjadi akibat aliran dari air pasang atau aliran balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang," ujarnya.

Beberapa penyebab amblesan tanah selain pemanfaatan air tanah berlebihan adalah pembebanan bangunan, kompaksi (pemadatan) tanah aluvial, aktivitas tektonik.

Baca Juga: Pandemi Covid-19, Bikin 3,90 Juta Penduduk Jawa Tengah Nganggur

Selain itu, pengerukan berkala yang dilakukan di Pelabuhan Tanjung Emas juga membuat sedimen di bawah Kota Semarang bergerak ke arah laut.

"Penyedotan air tanah berlebihan biasanya menyebabkan terjadi amblesan tanah dalam skala luas sedangkan pembebanan bangunan menyebabkan amblesan yang lebih lokal," katanya.

Beberapa daerah yang masih memakai air tanah di Semarang yaitu, Pandean Lamper, Siwalan, Sambirejo, Kangtempel, Rejosari, Lamper Lor, Lamper Kidul dan Lamper Tengah.

Kontributor : Dafi Yusuf

Baca Juga: Melonjak! Harga Kedelai Impor di Kudus Hampir Rp10 Ribu per Kilogram

Load More