Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Jum'at, 26 Maret 2021 | 16:58 WIB
Pengunjung sedang melihat Prasasti Candi Angin yang dipajang di Museum Kartini. Uniknya prasasti itu melarang masyarakat melakukan poligami. [Suara.com/Fadil AM]

SuaraJawaTengah.id - Sebuah prasasti yang ditemukan di Pegunungan Muria yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Jepara, memiliki pesan cukup unik, yaitu berisi larangan tentang melakukan praktik poligami.

Kepala Seksi Kepurbakalaan pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud), Lia Supardianik mengatakan, pesan tentang larangan poligami itu berupa tulisan aksara Jawa Kuno. 

Diperkirakan, prasasti larangan poligami yang dinamai Prasasti Candi Angin tersebut, ada sejak masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Berkisar di abad 13 sampai 14 masehi.

Lia menjelaskan, prasasti itu ditemukan oleh Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta pada 2016 silam. Namun, sebelum kini diserahkan kepada Museum Kartini Jepara, prasasti itu diteliti terlebih dahulu.

Baca Juga: Proyek Tol Semarang-Demak, 2.339 Hektare Laut Jepara akan Dikeruk

”Prasasti itu ditemukan di Komplek Candi Angin. Salah satu wilayah di Desa Tempur. Saat ini sudah resmi menjadi milik Museum Kartini,” kata Lia (26/3/2021).

Lia mengungkapkan, rangkaian aksara Jawa Kuno pada prasasti itu dibaca sebagai "Jika ada suami mengambil istri kedua, maka tidak akan menjadi keturunan pemuja Siwa". Maknanya, laki-laki dilarang berpoligami.

Lia menambahkan, di komplek Candi Angin dan Desa Tempur, masih berpotensi ditemukan benda-benda bersejarah lebih banyak lagi. 

Namun, masih butuh waktu tak sebentar untuk mencari benda-benda itu.

Lia mengatakan, potensi itu dibuktikan dengan banyaknya benda-benda bersejarah yang sudah ditemukan oleh peneliti maupun masyarakat. 

Baca Juga: Di Depan Istri, Aldi Taher Ngaku Diizinkan Poligami

Saat ini saja, puluhan benda-benda yang diduga cagar budaya hasil temuan dari Desa Tempur, sudah banyak disimpan di Museum Kartini.

Namun, untuk memastikan keaslian benda-benda temuan itu, perlu penelitian lebih lanjut di Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB).

Kontributor : Fadil AM

Load More