Budi Arista Romadhoni
Senin, 26 April 2021 | 15:05 WIB
Muntasir sedang mengerjakan pesanan kaligrafi dari limbah bambu dan kayu. [Suara.com/Fadil AM] 

SuaraJawaTengah.id - Seni kaligrafi lumrahnya dibuat melalui goresan kuas melalui media kertas. Namun uniknya, kaligrafi buatan Ahmad Muntasir terbuat dari limbah bambu dan kayu. 

Warga Desa Puluhan Tengah, Kecamatan Jakenan, Pati ini mulai tertarik menggunakan media limbah untuk membuat kaligrafi. Lantaran di sekitar rumahnya banyak tumbuh tanaman bambu. 

Biasanya saat orang menebang bambu, bagian pucuk dan ranting (carang-Jawa) tidak terpakai. Melihat hal itu, pria berusia 31 ini mencoba memanfaatkannya menjadi kerajinan kaligrafi.

Sejumlah eksperimen pun dilakukan dari membuat mainan, hingga mengkreasikannya menjadi hiasan dari benda-benda daur ulang lainnya. 

Hanya saja sejak 3 tahun lalu, ia menjajal untuk membuat kaligrafi dari limbah tersebut. Hal ini cukup mudah baginya, mengingat semasa di Madrasah dulu Muntasir pernah mengikuti ekstrakulikuler kaligrafi yang memang disenanginya. 

Setelah buah karyanya itu kelar, ia pun iseng untuk mempostingnya di salah satu grup platform media sosial (Medsos). 

Tak disangka, unggahannya tersebut mendapatkan respon hangat dari warga net. Bahkan tak sedikit dari mereka yang tertarik untuk kemudian memahari kreasi kaligrafi kreasinya. 

“Awalnya iseng posting di grup Facebook, kok banyak yang suka. Pucuk bambu ini kan limbah, mentok dipakai buat kayu bakar,” ujar ayah satu anak itu, Senin (26/4/2021). 

Kebanyakan kaligrafi yang dibuat warga Dukuh Nelu RT 04/RW 02 ini, berupa lafaz Allah, Muhammad, Assalamualaikum, Kalimat Tauhid, dan Surat Pendek. 

Baca Juga: Kampung Mural Kaligrafi di Bandung

Sementara untuk kaligrafi pesanan khusus, di antaranya berupa nama bayi, calon pengantin, dan sebagainya. 

“Paling banyak by order, saya enggak stok. Kalau ada pesanan baru saya buatkan,” jelasnya. 

Untuk harganya bervariasi, Muntasir membandrol mulai harga Rp50.000 untuk kaligrafi ukuran kecil, hingga ratusan ribu rupiah untuk ukuran besar. 

Itupun tergantung tingkat kesulitan dan kerumitan dari si pemesan. Selain itu, Muntasir hanya menerima pesanan, karena hanya sebagai usaha sampingan. 

Mengingat dalam kesehariannya, Muntasir bekerja di salah satu toko onderdil di Kecamatan Juwana. 

“Paling selesai kerja dari toko, baru tak buat. Untuk satu karya seni kaligrafi paling tidak membutuhkan waktu dua hari, itu kaligrafi yang paling simpel ya,” imbuhnya. 

Load More