SuaraJawaTengah.id - Kupat jembut, mungkin namanya terdengar aneh dan kontroversial. Namun itulah tradisi syawalan di Kota Semarang.
Mempertahankan tradisi secara turun temurun memang tidak mudah. Perlu dedikasi dan kepedulian yang tinggi. Jika tidak, tradisi kupat jembut itu mungkin akan tergerus zaman.
Dilansir dari Ayosemarang.com, Juwarti, sesepuh di RW 1 Kelurahan Pedurungan Tengah merupakan keturunan terakhir yang masih mempertahankan tradisi kupat jembut di bulan syawal. Di kampungnya dari tahun ke tahun selalu ada tradisi rutin di Hari Raya Syawalan.
Setelah membagi-bagi kupat jembut pada Kamis (20/5/2021), dia khawatir jika tradisi ini akan hilang. Pasalnya Juwarti sadar saat ini zaman semakin modern dan jika tidak diingatkan terkadang pemuda akan lupa.
“Saya generasi paling tua di kampung ini. Jadi saya juga ikut mencetuskan tradisi ini setiap syawal,” ujar Juwarti.
Selain itu hal yang paling membuat Juwarti khawatir adalah, sudah berkurangnya minat warga untuk memasak sendiri kupat jembut. Mungkin agar lebih praktis warga memilih membeli langsung.
“Padahal rasanya berbeda kalau masak sendiri,” tambahnya.
Juwarti kemudian menjelaskan bagaimana dia memasak kupat jembut. Caranya adalah dengan membuat kupat terlebih dahulu sebagaimana umumnya. Kupat dikukus selama 6 jam.
Dalam sekali masak, Juwarti bisa membuat sebanyak 80 Kupat Jembut. Biasanya dia juga sempat mendapat pesanan. Namun belakangan dikarenakan pandemi, belum ada lagi yang meminta.
Baca Juga: Musim Pancaroba di Kota Semarang Diprediksi akan Terjadi Akhir Mei Ini
“Setelah kupat matang, lalu tengahnya dibelah. Setelah dibelah dimasuki tauge dan sayur-sayuran yang diurapi dengan sambal kelapa. Atau ya bisa disebut dengan gudangan,” jelasnya.
Berbeda dengan kupat, gudangan dalam hal ini dibuat secara dadakan. Sebab sambal parutan kelapa sebagai bumbu tidak bisa dibuat dalam waktu yang lama. Jika dipaksakan maka akan basi.
Juwarti juga membeberkan jika warganya belum banyak yang bisa membuat kupat. Dia pun berharap bisa terus sehat agar bisa terus memasak dan melestarikan tradisi ini.
“Semoga masih ada yang mau belajar dan meneruskan,” pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Motor Matic Paling Nyaman Buat Touring di 2026: Badan Anti Pegal, Pas Buat Bapak-bapak
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- 3 Pilihan Mobil Bekas Rp60 Jutaan: Irit BBM, Nyaman untuk Perjalanan Luar Kota
Pilihan
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
-
Dampingi Presiden, Bahlil Ungkap BBM hingga Listrik di Sumbar Tertangani Pasca-Bencana
-
UPDATE Klasemen SEA Games 2025: Indonesia Selangkah Lagi Kunci Runner-up
-
6 Mobil Bekas Paling Cocok untuk Wanita: Lincah, Irit, dan Punya Bagasi Cukup
Terkini
-
Pertamina Patra Niaga Gelar Khitan Massal di Cilacap, Wujud Syukur HUT ke-68 Pertamina
-
5 MPV Diesel Pilihan Rp150 Jutaan yang Worth It untuk Keluarga di Akhir 2025
-
BRI Perkuat Aksi Tanggap Bencana Alam, 70 Ribu Jiwa Terdampak Beroleh Bantuan
-
PSIS Semarang Gegerkan Bursa Transfer: Borong Tiga Pemain Naturalisasi Sekaligus
-
8 Wisata Terbaru dan Populer di Batang untuk Libur Sekolah Akhir 2025