Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Selasa, 15 Juni 2021 | 14:32 WIB
Lambang resmi PSIS Semarang [laman resmi klub]

SuaraJawaTengah.id - PSIS Semarang memiliki julukan Mahesa Jenar. Julukan itu lah yang membuat tim sepak bola memiliki kekuatan untuk bisa membangkitkan semangat di lapangan. 

Dilansir dari Ayosemarang.com, julukan bagi setiap tim sepak bola tak ubahnya roh. Meskipun cuma sebutan, namun julukan bisa mewakili energi yang ada di dalam tim dan bagaimana nantinya para pemain berjibaku di dalam lapangan.

Julukan juga sering punya arti lebih bagi kota atau negara di mana tim itu berada. Sebut saja misalnya Macan Kemayoran untuk Persija Jakarta, atau Maung Bandung untuk Persib Bandung. Atau kalau di kancah mancanegara seperti Meriam London untuk Arsenal.

Namun harus tahu, ternyata julukan bagi PSIS, tidak hanya itu saja dan khusus untuk Mahesa Jenar meskipun tidak punya sangkut paut dengan Kota Semarang. 

Baca Juga: Timnas Indonesia Imbangi Thailand, Warganet Sebut Bek PSIS Semarang Bak 'Alien'

“Ternyata Ayam Kinantan yang digembar-gemborkan hebat oleh Amran YS (manajer PSMS Medan kala itu) tidak berkutik melawan jurus Mahesa Jenar,” begitulah kata Gubernur Jateng H Ismail dalam arsip Suara Merdeka edaran 1 Maret 1987.

Kala itu PSIS memang sedang bersaing sengit di babak 6 besar untuk memperebutkan trofi Liga Perserikatan 1986-1987 di Senayan. PSMS Medan yang diunggulkan, ternyata mampu dicukur PSIS dengan skor 1-0.

Gubernur Ismail memang dikenal suka membuat istilah aneh-aneh yang salah satu contohnya menyebut PSIS Semarang dengan “Mahesa Jenar”.  Sebutan itu kemudian diglorfikasi oleh suporter PSIS Semarang dan lambat laun malah menjadi julukan PSIS.

Amir Machmud NS wartawan olahraga senior yang sekaligus menjadi saksi atas munculnya julukan itu membenarkan jika penyebutan itu berasal dari H Ismail. Kemudian didukung oleh suporter ketika PSIS meraih juara di Senayan, mereka menyambut di bandara dengan banyak spanduk dan aksi.

“Mereka menyambut dengan membentangkan poster-poster yang bertuliskan “Selamat Datang Mahesa Jenar”,” kisah Amir saat dihubungi melalui ponsel pada Minggu (13/6/2021).

Baca Juga: Liga 1 Start Juli, Bek Sayap Andalan PSIS Sudah Gabung Latihan Bersama

Mahesa Jenar merupakan tokoh fiktif dalam sebuah cerita silat karangan SH Mintardja yang berjudul Nagasasra dan Sabuk Inten  yang tenar pada tahun 60-an. Dalam cerita, Mahesa Jenar adalah prajurit dengan gelar Senopati Tohjaja. Kisah itu berlatar di daerah Pandanaran.

Dengan ketenaran Mahesa Jenar, tentu di tahun-tahun itu, cerita Mahesa Jenar bukan barang asing asing di masyarakat. Pemain PSIS dan suporter pun mungkin akrab. Itulah kenapa dalam sambutan itu pula, Amir juga menerangkan jika suporter memakai karakter tokoh fiktif dalam cerita Mahesa Jenar.

“Ada yang menjadi Sima Rodra, Lawa Ijo, Ula Putih dan Ula Kuning,” terangnya.

Kemudian julukan PSIS ini menular ke tim-tim lain di Jawa Tengah. Akhirnya banyak juga yang menjuluki tim mereka dengan tokoh-tokoh fiktif. Terlebih lagi, Amir menambahkan jika Koran Jawa Pos juga ikut andil dalam memberi julukan ke tim-tim di Indonesia.

“Misalnya saja mereka pernah menamai Persiba Balikpapan dengan "Laskar Selicin Minyak", lalu Persebaya dengan "Bajul Ijo",” imbuhnya.

Pemain PSIS Semarang digembleng fisik di sesi latihan akhir pekan ini. [PSIS.co.id]

Tim Goyang Semarang Terinspirasi Goyang Karawang

Sebelum Mahesa Jenar tenar, PSIS juga sempat dijuluki dengan “Tim Goyang Semarang”.

Untuk julukan ini mencuat pada tahun 1985-1986. Ir Andi Chaerudin, yang saat itu menjadi manajer di 16 besar saat mengantarkan PSIS ke Divisi Utama adalah sosok yang berperan dalam sebutan tersebut.

Kata Amir, waktu itu Andi Chaerudin berkata, “Tunggu permainan PSIS yang indah dengan Goyang Semarang.” Perkataan itu tercetus karena dia terinspirasi dari Goyang Karawang.

Julukan Tim Goyang Semarang tidak bertahan lama. Sebutan itu terkikis kala PSIS sudah punya Mahesa Jenar.

“Katanya dekat dengan stigma erotis, akhirnya julukan itu tidak dipakai lagi,” ujar Amir.

Jago Becek Bukan Berarti Sempurna di Lapangan Becek

Dalam koran-koran edaran 1987, PSIS sempat disebut-sebut juga sebagai tim yang jago kandang dan jago becek. Namun sebutan yang kedua adalah julukan yang masih terus disinggung-singgung sampai sekarang.

Sartono Anwar saat ditemui di warung kiosnya yang baru mengamini julukan tersebut. Menurutnya puncaknya adalah saat PSIS mengalahkan PSM Ujung Pandang (sekarang PSM Makassar).

“Waktu itu kami sudah kalah 0-2. Suporter maki-maki kami. Hujan lebat dan lapangan becek. Namun tidak tahu kenapa di menit-menit akhir kami mampu mengembalikan keadaan,” ungkap Sartono.

Sartono menjelaskan, yang membuat PSIS jago becek adalah karena punya fisik yang prima dan latihan di Lapangan Citarum yang belum bagus-bagus amat. Namun di lain sisi dia juga berkata jika sebetulnya, PSIS tidak sesempurna itu di lapangan becek. Bahkan pernah kalah juga.

“Itu kan dulu yang membesar-besarkan media,” sambungnya.

Jika menengok ke belakang, sebetulnya yang patut disorot pada tahun itu adalah karena PSIS punya fisik yang prima sehingga bisa menaklukan lapangan becek yang cenderung menguras energi. Hal inilah juga yang menjadi salah satu senjata PSIS dalam meraih trofi Liga Perserikatan 1986-1987.

Fisik prima PSIS tadi memang dipupuk dengan sangat baik. Dua orang yang berperan pada saat itu adalah pelatih fisik Supriyadi dan Dokter Tim Sumitro. Keduanya saling sinergi untuk mengembangkan fisik pemain PSIS.

Supriyadi dengan keterbatasan infrastruktur penunjang, memompa fisik pemain dengan program atletik yang variatif dan gerakan tanpa bola. Sementara Dokter Sumitro, senantiasa mengontrol kadar Hemoglobin setiap pemain.

Load More