Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Selasa, 13 Juli 2021 | 12:14 WIB
Relawan pengawalan ambulan (escorting ambulance) dibutuhkan selama kesadaran pengguna jalan untuk mengutamakan kendaraan darurat masih rendah. [Suara.com/ Angga Haksoro Ardhi]

SuaraJawaTengah.id - Jumlah ambulans yang lalu-lalang di jalanan meningkat selama beberapa minggu terakhir. Mengantar wajah-wajah cemas keluarga pasien ke rumah sakit.

Di jalanan. Tidak semua orang perduli atau paham situasi darurat yang dihadapi mereka. Menyebabkan ambulans sering tertahan atau terlambat tiba di rumah sakit.

Padahal dalam situasi genting, nyawa pasien bergantung pada kecepatan laju ambulan tiba di rumah sakit. Setiap detik bisa bermakna hidup atau mati.

Nur Widhi Setyabudi (20 tahun), baru lulus sekolah menengah atas setahun lalu. Kepada SuaraJawaTengah.id, Widhi mengaku sedang menunggu panggilan bekerja dari salah satu perusahaan otomotif di Kerawang, Jawa Barat.

Baca Juga: Dirut RSUP Dr Sardjito dan RSJ Prof Dr Soerojo Magelang Ditukar Posisi

“Kemarin sudah tes wawancara, sekarang tinggal nunggu panggilan. Tes kesehatan sama tes tertulis Alhamdulillah lolos semua. Mudah-mudahan diterima," ungkapnya.

Hari itu Widhi mengenakan jaket hitam-merah bertuliskan Indonesian Escorting Ambulance di punggungnya. Setahun belakangan ini, Widhi menjadi anggota aktif komunitas pengawalan ambulan itu.

Tugasnya memberikan pengawalan kepada ambulan yang mengatar pasien baik dalam kondisi gawat maupun rujukan ke rumah sakit. Sesekali mengantar juga ambulan jenazah.  

Indonesian Escorting Ambulance (IEA) adalah komunitas pengawalan ambulan yang berafiliasi nasional. Widhi tergabung dalam IEA Cabang Magelang.   

Anggota aktifnya lebih dari 15 orang di Magelang. Latar belakang anggotanya beragam dari pekerja biasa, pegawai pemerintahan, dan ada juga mahasiswa.

Baca Juga: Usai Dikunjungi Ganjar, Apa Kabar Akses Internet Siswa di Desa Growong?

Sebab pengawalan ambulan adalah kerja relawan, kebanyakan mereka bekerja tanpa dibayar. Biaya bensin, perawatan motor, dan jaket seragam yang menjadi identitas di jalan semua dirogoh dari kantong sendiri.

“Yang penting kita menolong. Karena kita kan basisnya memang relawan. Yang penting tujuan utama kita saat escort, ambulan cepat sampai ke rumah sakit dan pasien segera mendapat pertolongan," ujar dia.

Meski bukan pekerjaan utama, tugas pengawalan ambulan tidak bisa juga disebut kerja sambilan. Sebab mereka harus siap bertugas sewaktu-waktu jika dibutuhkan.

Saat pengawalan, dibutuhkan paling sedikit dua personel yang menjaga depan dan belakang ambulan. Pengawal depan bertugas membuka jalan dan di belakang memutus kendaraan lain yang biasanya nyolong situasi membuntuti ambulan.

Melaju dalam kecepatan tinggi, ambulan yang berhenti mendadak dapat membahayakan kendaraan yang mengekor.   

Kecepatan mengantar ambulan tergantung pada kondisi pasien yang dibawa. Misal kode merah yang berarti pasien membutuhkan penanganan darurat, motor bisa melaju lebih dari 100 kilometer per jam.

Kecepatan mengantar ambulan juga bergantung pada jenis motor yang digunakan. Seluruh relawan escorting ambulance dibekali kemampuan safety riding dan etika berkendara di jalan.

Demi keamanan, motor yang digunakan relawan escorting ambulance tidak boleh dimodifikasi berlebihan.   

“Semuanya yang penting safety. Kita ada latihan safety riding minimal setahun sekali. Dulu pernah ada pendampingan pelatihan juga dari Polres. Kalau motor besar seperti punya saya, dulu pernah emergency mengawal ambulan sampai 115-120 kilometer per jam. Situasinya memang darurat," ucapnya.

Relawan escorting ambulan secara situasional sering menerima tugas tak terduga di jalanan. Pernah suatu ketika, Widhi terpaksa mengawal ambulan sambil memboncengi pacarnya.

“Kalau mendadak di jalan misal ada ambulan, kita dengarkan kode bunyi sirine. Misal bawa pasien darurat kita langsung ambil jarak 100 meter di depan ambulan, buka jalan,” kata Widhi.

Pacarnya tak keberatan. Keluarga Widhi juga paham risiko yang harus ditanggungnya selama menjadi relawan pengawalan ambulan.

Selain risiko kecelakaan di jalan, tugas pengawalan ambulan sekarang juga dihantui terpapar Covid. Tugas mereka yang dekat dengan petugas medis dan rumah sakit, rawan tertular penyakit.

Widhi pernah punya pengalaman mengantar pasien suspek Covid ke Rumah Sakit Daerah (RSUD) Merah Putih Magelang. Pasien adalah salah satu pengungsi Merapi di posko pengungsian Deyangan.  

“Sama yang ngurus pengungsinya dikasih tahu tolong di-escort ini ada yang suspek (Covid). Yang minta tolong driver ambulan, sudah pakai APD. Kami antar sampai masuk rumah sakit, tapi masih jaga jarak. Kalau takut sih iya. Tapi gimana ya kami kan kegiatan di lapangan," jelasnya.

Soal keselamatan berkendara jadi yang utama bagi para relawan pengawal ambulan. Etika sopan santun dan tidak ugal-ugalan saat membuka jalan juga sama pentingnya.

Meski di beberapa wilayah Polda melarang pengawalan ambulan oleh warga sipil, fungsi mereka tetap dibutuhkan. Terlebih disaat kesadaran pengguna jalan soal mengutamakan kendaraan darurat masih minim.

Diakhir obrolan kami, Widhi sempat melontarkan niatnya untuk melanjutkan kegiatan menjadi relawan pengawalan ambulan di tempatya bekerja nanti di Kerawang.

“Kalau pas lagi sama keluarga bawa mobil, terkadang ada rasa pengen turun dari mobil, misal lihat pas macet ada ambulan kejebak. Ada rasa pengen turun dari mobil dan buka jalan untuk ambulan. Sudah reflek," pungkasnya.

Kontributor : Angga Haksoro Ardi

Load More